OPINI: GAROGA TANAH SORGA

KOPI. Salah satu andalan Garoga
Jalan yang menyampaikan semua orang ke Garoga cuma dapat dilalui lewat Pangaribuan saja setelah melewati Sipahutar melalui Tarutung atau Siborong-borong. Benar bisa juga melalui Sihulambu di Tapanuli Selatan atau Habinsaran di Toba Samosir tapi harus berjalan kaki. Belum ada jalan raya yang bisa dilalui kendaraan bermesin

Garoga merupakan nama sebuah kecamatan di Tapanuli Utara. Letaknya di sebelah timur berbatasan dengan Tapanuli Selatan dekat ke Sihulambu di Kecamatan Saipar Dolok Hole.

Juga berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir dekat ke Kecamatan Habinsaran dan berbatasan pula dengan Labuhan Batu Utara yang kalau ditarik garis lurus dekat ke Aek Kanopan, sementara di wilayah Tapanuli Utara, Garoga berbatasan dengan Kecamatan Pangaribuan dan Kecamatan Sipahutar.

Garoga merupakan kecamatan terluas di Tapanuli Utara (567,58 km2) atau 14,96 persen dari luas seluruh daerah itu (3.793,71 km2). Bandingkan dengan Kecamatan Muara yang cuma 79,75 km2. Tarutung saja yang dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara cuma seluas 107,68 km2. Diantara 15 kecamatan yang ada di daerah ini, ibukota kecamatan Garogalah yang jarak tempuhnya paling jauh dari Tarutung (8 km).

Perkara penduduk Garoga bukan yang terbesar. Kecamatan Siborong-borong menduduki ranking pertama, disusul Tarutung, Pangaribuan, Sipahutar dan Sipoholon.

Di kecamatan Garoga cuma ada 16.448 jiwa penduduk dengan tingkat kepadatan 28,98 jiwa per km2. Karena itu jangan heran kalau politik selalu mengalihkan perhatian pada kecamatan ini. Seperti biasa, politisi selalu cuma melirik pada kecamatan.

Kecamatan yang padat penduduknya saja, apalagi jelang Pemilukada, mereka cuma rajin mengunjungi kecamatan padat penduduk dimana suara bisa didukung.

Jalan yang menyampaikan semua orang ke Garoga cuma dapat dilalui lewat Pangaribuan saja setelah melewati Sipahutar melalui Tarutung atau Siborong-borong. Benar bisa juga melalui Sihulambu di Tapanuli Selatan atau Habinsaran di Toba Samosir tapi harus berjalan kaki. Artinya, belum ada jalan raya yang bisa dilalui kendaraan bermesin.

Orang-orang dari kedua daerah itu jika ingin ke Garoga, sampai sekarang banyak yang menggunakan kuda beban. Turun naik meliuk-liuk pada bukit dan lembah. Kuda saja bisa lemah lunglai setibanya di Garoga, konon pula manusia.

Dulu, pada zaman revolusi, banyak orang Batak dari Rantauprapat (Labuhan Batu) yang mengungsi ke daerah asalnya Tapanuli melalui Garoga. Mereka membelah belantara berminggu bahkan berbulan untuk sampai ke Lintong Nihuta atau Doloksanggul dan sekitarnya. Boleh jadi, tidak semua yang berangkat dari Labuhan Batu yang akhirnya tiba di daerah asalnya Tapanuli.
Ada yang mati dimangsa binatang buas di tengah hutan, ada yang mati setelah digigit nyamuk hutan yang ganas membawa malaria. Saya tak bisa membayangkan bagaimana perkasanya orang Batak pada masa lalu.

Tanah Ramah

Di Kecamatan Garoga, cuma ada 12 desa. Penduduknya, nyaris semua yang hidup dari sektor pertanian dalam arti luas. Di sini ada tanaman padi sawah, padi di lahan kering, ubi-ubian, jagung, kacang tanah dan tanaman holtikultura lainnya.

Karet (havea) merupakan komoditas primadona di sini. Belakangan anak negeri pun membudidayakan juga kakao serta kelapa sawit.

Sampai era 1980-an tanaman kacang bogor melimpah ruah. Produknya dijual ke pasar Siantar, dan anak negeri Garoga mendapatkan uang yang cukup banyak. Tapi itu sekarang cuma tinggal cerita saja. Anak negeri sekarang enggan membudidayakan kacang bogor (lagi) karena diserang hama secara sporadis.

Alhasil, kacang bogor asal Garoga tak laku lagi dijual di pasaran. Dan seperti biasa, Pemkab Tapanuli Utara tak berbuat apa-apa.

Selain karet di Garoga, pinang tumbuh dengan baik, juga aren, kakao, kelapa sawit, kemiri, kulit manis, kelapa, cengkeh kopi, kemenyan, pisang, nenas, salah, durian, alpukat, cabe, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah.

Hasilnya melimpah ruah. Kalau musim durian tiba, harganya pun anjlok karena banyaknya. Kalau sayuran, memang kurang bagus tumbuh di sini. Makanya, orang Garoga tak usah memikirkannya untuk membudidayakan sayuran di sini.

Tanah Garoga, sesungguhnya luar biasa suburnya. Luar biasanya. Tanah di sini akan ramah sekali bila dijamah dan diolah. Dan, pasti memberi hasil yang melimpah. Karena itu tak terlalu salah bila disebut Garoga adalah tanah sorga. Barangkali apa yang disebut Koes Plus “tongkat kayu dan batu jadi tanaman; tepat sekali dialamatkan ke Garoga.

Di hamparan-hamparan perladangan penduduk ragam tanaman terlihat tumbuh subur semerbak. Ubi kayu, boleh jadi batangnya sebesar tangan balita. Buah jagung, tongkolnya jauh lebih besar dari yang ada di Tobasa, Simalungun dan Dairi, bahkan tanah Karo.

Dengan harga jagung sekarang yang relatif tinggi, anak negeri Garoga bisa mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda bila mengusahakan tanaman jagung di lahannya.

Menurut data yang saya dapat di Tapanuli Utara, Garoga-lah luas panen jagung yang paling tinggi, (1.198 hektar) dengan rata-rata produksi 34,50 kw/hektar) dan tercatat sebagai rata-rata produksi tertinggi. Di Siborong-borong tanaman jagung memang terbilang luas (1.062 ha) tapi dengan rata-rata produksi cuma 34,05 kw/hektar saja.

Tanaman karet, juga sangat baik tumbuh di Garoga. Ada 1.533,00 hektar tanaman karet dengan rata-rata produksi 505,96 kg/hektar. Kalau satu keluarga memiliki 1 hektar saja tanaman karet dengan hanya karet yang sekarang Rp. 18.000/kg, sudah bisa anak negeri hidup sejahtera.

Meskipun masalah pengangkutan ke ibukota kecamatan sampai sekarang masih persoalan.

Sekiranya saya menjadi Bupati Tapanuli Utara, saya akan arahkan peningkatan jalan di 12 desa yang ada di Garoga. Jalan ini akan memperlancar arus angkutan hasil bumi ke sentra pasar di ibukota kecamatan.

Sayangnya saya cuma wartawan yang cuma bisa memaparkan apa adanya saja. Itupun kalau didengar dan kalaupun tak didengar tak apa-apa.

Namun, apapun cerita, saya akan terus menulis dan menulis terus sampai denyut terakhit jantung saya. Sampai akhir menutup mata. ***

Ramlo R Hutabarat
Penulis adalah praktisi pers, tinggal di Tepian Bah Bolon pada Nagori Siantar Estate di Pinggiran Simalungun, yang berbatasan dengan Kota Pematangsiantar. Artikel ini dikutip dari www.pusukbuhit.com
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment