Menjadi tukang tambal ban bagi kebanyakan orang Batak di perantauan seperti Jakarta pada awalnya bukanlah sebuah pilihan. Mereka lebih menikmati pekerjaan lain seperti menjadi supir atau kondektur. Tak peduli jenjang pendidikannya, dari SMA hingga sarjana. Namun belakangan, profesi penambal ban menjadi ladang uang yang kian subur.
Kapan tepatnya orang Batak ramai-ramai berbisnis tambal ban? Tidak ada data yang pasti. Barangkali, hijrah profesi itu dilakukan karena sifat dasar orang Batak yang pantang menyerah. Tidak bisa bekerja di pekerjaan formal seperti di kantor, sekolah, rumah sakit, dan lainnya, maka tidak ada salahnya membuka usaha sendiri. Pilihannya, membuka bengkel tambal ban.
Bisnis ini pun semakin diminati karena tidak terlalu membutuhkan modal besar. Hanya bermodalkan satu tabung kompresor, oli, dan suku cadang motor lain seperti ban, lampu, dan sebagainya? Sewa tempat? Bisa diakali dengan memanfaatkan lahan kosong di pinggir jalan, sehingga tidak perlu membayar. Kalaupun bayar, itu tidak seberapa. Ibarat kata, untuk uang preman belaka. Bagi mereka yang usahanya berkembang, bisa menyewa tempat seperti ruko.
Menjadi penambal ban belakangan pun lambat laun berubah menjadi bisnis yang menggiurkan. Tidak lagi dipandang sebelah mata atau hanya sekadar pelarian profesi belaka. Sudah banyak cerita tentang orang Batak yang akhirnya menuai sukses dari usaha ini. Bisa membeli rumah dan yang paling penting bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. BS/GABE
0 komentar:
Post a Comment