DPRD Sumut Minta Dugaan Korupsi Otorita Asahan Diusut Tuntas

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2013 menemukan ada dana sebesar Rp772 miliar di Otorita Asahan tidak disetor ke kas negara.
Kata wakil rakyat di DPRD Sumut, hasil audit itu merupakan langkah awal penegak hukum mengusut tuntas kasus yang diduga melibatkan Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait.

Ketua Komisi C DPRD Sumut Zulkarnain ST mengatakan hasil audit BPK tersebut, adalah langkah awal penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

“Kami minta aparat hukum segera mengusut tuntas temuan BPK ini,” pinta Zulkarnain.

Sebagai Ketua Komisi C DPRD Sumut, Zukarnain segera mengagendakan rapat dan segera memanggil Ketua Otorita Asahan, Effendi Sirait.

“Komisi C DPRD Sumut segera memanggil Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait,” tegas Zulkarnain.

Menurutnya, dengan tidak disetorkannya dana itu ke kas negara akan berdampak pada keuangan 10 kabupaten/kota yang ada di kawasan PT Inalum.

Hal senada juga diutarakan Sekretaris Komisi C DPRD Sumut Muslim Simbolon. Menurutnya Komisi C DPRD Sumut kerap menerima laporan dan keluhan dari 10 kabupaten/kotayang sampai saat ini belum menerima fee dari Otorita Asahan.

Begitu juga setiap anggota DPRD Sumut melakukan reses ke -10 kabupaten/kota tersebut, kata Muslim, masalah fee tersebut selalu dipertanyakan.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2013, terdapat dana sebesar Rp772 miliar yang diperoleh Otorita Asahan dari PT Inalum tidak disetorkan Otorita Asahan ke kas negara, Rp262 miliar di antaranya diblokir oleh Kejagung.

Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut mengkhawatirkan, penggunaan dana ini tidak transparan dan akuntabel serta berpeluang untuk dikorupsi.

Berdasarkan Memorandum of Understanding (Mou) Otorita Asahan dengan PT Inalum 7 Desember 1999, dan MoU dengan Shareholders Forum 26 Maret 2002, Otorita Asahan memiliki kewenangan mengelola dana-dana dari PT Inalum.

Dari MoU itu diketahui, dana tersebut langsung dikelola dan digunakan Otorita Asahan tanpa disetor terlebih dahulu ke kas Negara.

Kondisi itu tanpa didasari Undang-Undang atau peraturan tentang penerimaan dan pengelolaan keuangan negara.

Hal ini sangat bertentangan dengan KEPRES No. 5 Tahun 1976 yang  menyatakan pembiayaan Otorita Asahan dibebankan kepada anggaran Badan kordinasi penanaman modal (BKPM).

Penempatan dana pada Deposito Bank sebesar Rp691 miliar menjadi makan empuk bagi Otorita Asahan untuk dinikmati tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

Kemudian, sebagai salahsatu lembaga pemerintah, Otorita Asahan dalam pengelolaan enviromental fund tidak mengikuti mekanisme APBN dan terdapat kelemahan dalam pengelolaan keuangan.

Hal ini juga sangat bertentangan dengan KEPRES No. 5 Tahun 1976 yang  menyatakan bahwa pembiayaan Otorita Asahan dibebankan kepada anggaran BKPM.

Dana kekayaan daerah yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, terutama di 10 kabupaten/kota kawasan PT Inalum tidak bisa digunakan bagi masyarakat miskin di kabupaten/kota tersebut.

Sementara konfirmasi kepada Effendi Sirait hingga berita ini diturunkan belum berhasil.

SUMBER
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment