Labora Sitorus, Sosok Fenomenal dari Serdang Bedagai

Aiptu Labora Sitorus
Indonesia mendadak heboh karena Aiptu Labora Sitorus. Bintara di Polda Papua itu memiliki transaksi di rekeningnya sebanyak Rp1,5 triliun. Labora lahir dan menamatkan SMA di Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara. Pada 1981, ia hijrah ke Sorong, Papua. Ia dibawa oleh Tulang-nya bermarga Pasaribu. Tepatnya tahun 1983, Labora Sitorus mengikuti seleksi masuk polisi di Papua. 30 tahun kemudian, ia mendadak menghebohkan Nusantara.

Labora Sitorus. Itulah nama pria yang berprofesi sebagai polisi berpangkat Aiptu ini. Ia menjadi sangat istimewa karena memiliki kekayaan yang luar biasa. Sebagai seorang polisi, publik langsung menaruh curiga kepada dirinya. Bagaimana dia mengumpulkan pundi-pundi uang hingga triliunan rupiah? Apakah bisnis yang dia jalankan legal? Terlepas dari semua dugaan itu, Labora Sitorus memang sosok yang layak diapresiasi. Paling tidak, Labora bukanlah seorang koruptor yang menggerogoti keuangan negara. Kalaupun dia bermain curang dalam bisnisnya, kenapa baru sekarang diungkap ke permukaan?

Labora Sitorus sering disapa dengan panggilan Ucok (51). Ia adalah anak kedua dari delapan bersaudara pasangan Sitorus dan Br Pasaribu. Dia tinggal di Dusun 12 Kampung Kebun Sayur Desa Sei Bamban Kecamatan Sei Bamban Kebupaten Sergai. Semasa kecil, dia dikenal sebagai anak yang pintar ketika bersekolah di SD Negeri 102037 Kebun Sayur, Sei Bamban, Sergai. SD tersebut berjarak hampir 500 meter dari rumahnya. Setiap pagi dia berjalan kaki. Dia tidak memakai sepatu, hanya memakai sandal jepit.

Maklum, kehidupannya saat itu tergolong tidak mampu. Ya, meski ayah Labora berkerja sebagai PNS di jajaran PDK Dinas Pendidikan Kabupaten Deli Serdang (sebelum terpisah menjadi Kabupaten Sergai).

Mak Deliana Br Butar-Butar (52) warga Kebun Sayur Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Sergai yang termasuk teman dekat Labora ketika masih sekolah di SD Negeri 102037 Kebun Sayur menceritakan kalau Labora anak yang dikenal pendiam serta pandai. “Dalam penampilannya Labora juga dikenal sederhana,” bilang Mak Deliana, belum lama ini.

Menurut guru SMP yang bertugas di Sei Rampah ini, kehidupan Labora tak ubahnya anak kecil lainnya. Bermain lomba lari dan layang-layang ketika habis masa panen padi. “Labora sedikit pendiam, jarang sekali berbicara dan kalau ada yang penting baru dia mau bicara. Ya, banyak teman-teman Labora di kampung pada saat seumur 7 hingga 12 tahun,” ujar Mak Deliana.

Menurut Mak Deliana, di kawasan mereka tinggal dulu banyak etnis Tionghoa. “Labora saat sekolah banyak berteman dengan orang Cina. Di antara teman-teman yang lain, Labora paling lain, dia tak banyak bicara dan berpenampilan sederhana,” kata Mak Deliana.

Bukan maksud memuji, tambah Mak Deliana, Labora juga dikenal sebagai anak yang pintar. “Sering juara kelas, tetapi dia tetap rendah hati dan mau membagi ilmunya kepada teman-teman sekelas dan itu masih terjalin hingga sekarang sesudah menjadi anggota polisi,” jelas Mak Deliana.

Namun, usai tamat SD, Mak Deliana dan Labora berpisah. Mak Deliana ke Medan sedangkan Labora sekolah di SMP di Kota Sei Rampah. “Sebelumnya warga terkejut melihat kejadian kalau Aiptu Labora Sitorus ditangkap memiliki transaksi uang Rp1,5 triliun,” jelas Mak Deliana.

Hal senada juga dikatakan teman sekelas Labora, Br Situmorang yang disapa Mak Ando (52). “Saya sering melihat Labora membantu orangtuanya pergi ke ladang seusai pulang sekolah,” ujar Mak Nando. Menurut Mak Nando, hasil panen dari bertani orangtuanya digunakan untuk biaya sekolah. “Ya, namanya mereka banyak keluarga, untuk mencukupi kehidupan sebagai PNS kalau itu tidak tercukupi memenuhi kebutuhan sehari-hari.”

Memasuki masa SMA, Labora sudah jarang lagi bergaul. Terkadang pada hari Minggu ketika pulang dari gereja di Kampung Kebun Sayur Desa Sei Bamban, mereka bercengkerama seperti layaknya teman biasa. “Pacar Labora ketika itu, saya tidak mengetahuinya,” akunya.

Saat duduk dibangku SMA kira-kira kelas 2, Labora ditinggal oleh bapaknya yang meninggal dunia. Setelah kepergian bapaknya, Labora dibantu adik-adiknya kemudian bekerja lebih giat di ladang. “Labora juga membantu kakaknya berjualan lapo tuak di depan rumah orangtuanya,” kata Mak Nando.

Singkat cerita, ketika menamatkan bangku SMA pada 1981, Labora alias Ucok langsung dibawa oleh Tulang-nya menuju Sorong, Papua. Tepatnya tahun 1983, Labora Sitorus mengikuti seleksi masuk polisi di Papua. “Sejak itu, kami jarang mendengar kabar si Labora,” kata Mak Nando.

Selang setahun kemudian, ibu Labora meninggal dunia dan dimakamkan di kampung Kebun Sayur Desa Sei Bamban. Semenjak kedua orangtuanya meninggal, keberadaan Labora makin tak jelas. Tetapi selang beberapa tahun ini, tepatnya tiga tahun belakangan ini, Labora baru sering pulang kampung pada tahun baru, setelah membangun rumah mewah miliknya.
Rumah Labora di Kampungnya. Foto: Sumut Pos
Rumah Labora berlantai dua bercat kuning berkeramik dan satu kawasan dengan kuburan ayah dan ibunya, beserta ompung-nya. “Resmi dibangun pada tahun 2011 lalu, Labora Sitorus bersama istri dan anak-anaknya pulang kampung pada saat perayaan Natal dan tahun baru lalu (tahun 2012),” jelas Marga Sitorus (58) di Lapo Tuak.

Diceritakan Marga Sitorus, Labora tak pernah tinggal di rumah mewah itu. Untuk merawat rumah ada satu keluarga yang setiap hari datang dan tinggal di situ seperti menyiram tanaman dan membersihkan rumah.

Setiap pulang kampung, pihak keluarga mereka selalu mengundang warga untuk makan bersama dan apabila ada warga kampung pesta, Labora yang dikenal dermawan selalu memberikan sumbangan cuma-cuma satu ekor ternak babi. “Keluarga mereka dikenal murah hati dan sering membantu warga saat pulang kampung.”

Selain di kampung halamannya, Labora juga memiliki perusahaan kayu di kampung Bozwesen, Distrik Sorong Timur, Sorong, Papua Barat. Ia juga punya sebuah gudang kayu di Jalan Mayjen Sungkono, Gresik, Jawa Timur. Juga sebuah taman hiburan air di Sorong, Papua. IP/SUMUT POS/METRO TV
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment