Bos-Bos Otorita Asahan Digaji Selangit

Effendi Sirait (tengah)
Belum usai indikasi penyelewengan dana sebesar Rp772 miliar, petinggi Otorita Asahan kembali jadi sasaran empuk pegiat antikorupsi. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut menilai, gaji jajaran petinggi Otorita Asahan yang mencapai Rp2,3 miliar sarat penyimpangan.

Untuk penghasilan ketua, wakil ketua, dan sekretaris setiap tahun mencapai Rp2,3 miliar. Angka itu belum termasuk akumulasi penghasilan kepala biro, perwakilan, kepala bagian, kepala kantor dan staf.

Namun, Divisi Advokasi Fitra Sumut, Irvan Hamdani Hasibuan menyebutkan, penghasilan yang didapat jajaran pimpinan hingga staf di Otorita Asahan sarat penyimpangan aturan dan wewenang.

Berdasarkan data yang diolah FITRA Sumut dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2012, Ketua Otorita Asahan mendapat penghasilan Rp70.825.000 perbulan, wakil ketua menerima penghasilan Rp69.917.500, dan sekretaris Rp47.452.750,-.

“Hitungan itu sudah akumulasi gaji pokok, tunjangan jabatan, tujangan kesehatan dan tunjangan khusus persatu bulan. Bila kami akumulasikan untuk ketiga jabatan itu saja sudah mencapai Rp2,3 miliar pertahun. Ini belum termasuk untuk bawahan, kepala biro hingga staf di Otorita Asahan,” terang Irvan.
                                 
Menyakiti Hati

Tingginya penghasilan pimpinan Otorita Asahan karena masih berpedoman terhadap MoU Otorita Asahan dan PT Inalum tanggal 7 Desember 1999 dan Shareholders Forum tanggal 26 Maret 2002.

Aturan itu menyebutkan, Otorita Asahan memiliki kewenangan dalam mengelola dana-dana dari PT Inalum.

Di antaranya, dana pengganti (reimbursement) yang peruntukkannya sebagai biaya rutin operasional Otorita Asahan, dengan rincian antara lain, gaji pegawai, keperluan kantor, biaya perjalanan dan sebagainya.

Irvan mengatakan, besaran penghasilan pimpinan dan staf yang ditetapkan dalam peraturan Ketua Otorita Asahan Nomor 04/K-OA/P/V/2012 menyalahi aturan.

Mestinya, lanjut Irvan, sebagai lembaga bentukan pemerintah sesuai Keppres No 5 Tahun 1976 Otorita Asahan harus mengikuti dan memiliki standar penghasilan serta fasilitas yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui mekanisme APBN.

“Otorita Asahan sebagai lembaga yang menyelenggarakan pembinaan, pengembangan dan pengawasan atas pelaksanaan pembangunan pusat listrik tenaga air dan peleburan alumanium Asahan harusnya dibiayai negara melalui mekanisme APBN. Tidak menetapkan aturan sendiri-sendiri,” katanya.

FITRA Sumut menduga, penetapan besaran penghasilan dan fasilitas yang diterima pimpinan maupun staf Otorita Asahan sejak tahun 2000, melebihi standar yang lazim berlaku di lembaga pemerintah lainnya.

“Akhirnya hal ini akan membebani keuangan Otorita Asahan. Sebagai contoh di antaranya, pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) sebanyak dua kali setahun, ini bukan praktik yang lazim di lingkungan pemerintahan. Umumnya lembaga pemerintah hanya memperoleh gaji ke-13 yang dibayarkan setiap pertengahan tahun dan tidak lagi memperoleh THR,” terangnya.

Berdasarkan audit BPK tahun 2012, Otorita Asahan sudah menerima penggantian biaya operasional dari PT Inalum sebesar Rp37 miliar. Nilai ini terhitung sejak tahun anggaran 2000/2001 sampai 2008/2009.

“Ini kan berarti penghasilan yang selama ini tidak sebanding dengan kerja Otorita Asahan. Kita melihat kondisi masyarakat yang ada di 10 (sepuluh) kabupaten/kota sekitar proyek Asahan tingkat kemiskinan masih tinggi. Jadi, keputusan yang diambil Otorita Asahan dalam pengalokasian gaji dan tunjangan sangat melukai hati masyarakat,” tandasnya.

Diubah Lagi

Padahal, kata Irvan, dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 disebut ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’.

“Berarti amanat UUD ini tidak terimplementasi seperti diharapkan negara. Fakta penghasilan ini sangat mengangkangi UUD 1945 pasal 33 ayat 3. Dana pengganti (reimbursement) yang diterima oleh Otorita Asahan sesuai MoU itu kan tidak perlu terjadi, jika biaya operasional Otorita Asahan dianggarkan melalui mekanisme APBN dan sesuai dengan peraturan pemerintah yang ada,” tuturnya.

Karena itu, ultimatum Irvan, Fitra Sumut mendorong penegak hukum mengusut penyimpangan yang terjadi di Otorita Asahan.

“Kami tegaskan penyimpangan ini harus diusut tuntas. Pemerintah pusat juga harus meninjau kembali kebijakan yang diambil Otorita Asahan. Atau bila dianggap tak berguna lagi, sebaiknya Otorita Asahan segera dibubarkan,” tegasnya.

Terpisah, Ketua Otorita Asahan Effendi Sirait mengakui penghasilan pimpinan dan staf Otorita Asahan didasarkan penetapan Ketua Otorita Asahan. Ia menjelaskan pertimbangan penetapan dilakukan sesuai penghasilan PT Inalum. “Terakhir penetapan penghasilan sesuai Nomor 04/K-OA/P/2012,” ujar Effendi.

Disinggung gaji yang tak sesuai mekanisme APBN, Effendi menjawab ketus. “Karena sejak tahun 2000 Otorita Asahan tidak menggunakan APBN,  tetapi langsung dari PT Inalum. Jadi ya mengacu ke Inalum. Kemudian sekarang (2013) diubah lagi mengikuti APBN,” jawabnya.

Kemudian ia melanjutkan. “Saya masuk ke Otorita Asahan pada tahun 2008, jadi saya masuk sudah mendapatkan gaji sebesar itu,” jelas Effendi.

Effendi menambahkan, perhitungan gaji tidak dibuat sendiri, Otorita Asahan menetapkan gaji mengacu kepada gaji standar PT Inalum. Karena tugas Otorita Asahan mengawasi membina, memfasilitasi antara PT Inalum dengan Indonesia.

“Gaji saya sebesar Rp 70 juta termasuk pajak 20 persen, jadi saya hanya terima sebesar Rp 50juta, karena kami mengikuti standar penggajian PT Inalum,” pungkasnya.

SUMBER
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment