Badan Usaha HKBP, Sesekali Mampirlah ke Kampung Kami

HKBP SUTOYO

HKBP Sutoyo, Jakarta Timur mempunyai sejarah manis. Di gereja ini, telah terjadi dua kali pelantikan Badan Usaha HKBP. Periode pertama, dipimpin Dumoli Siahaan yang ditahbiskan Ephorus Emeritus Pdt DR Bonar Napitupulu. Sedangkan periode kedua dipercayakan kepada St Ignatius Pakpahan yang dilantik Ephorus WTP Simarmata. Dumoli dan Ignatius adalah jemaat yang terdaftar di HKBP Sutoyo. Lebih menarik lagi, sebelum menjadi Ephorus, Pdt DR Bonar Napitupulu adalah Pendeta Resort HKBP Sutoyo.

Ishak Pardosi

Badan Usaha HKBP kembali dilantik untuk periode 2013-2017. Inilah periode kedua setelah Badan Usaha dibentuk pertama kali pada 2008 silam. Optimisme tentu harus dikedepankan; periode saat ini harus lebih baik dari sebelumnya. Namun perlu dicermati, apakah pembentukan Badan Usaha akan mampu menjawab tantangan yang dihadapi HKBP ke depan?

Kalau dihitung-hitung, harta dan kekayaan HKBP sungguh luar biasa. Jumlahnya sudah pasti mencapai triliunan rupiah. Jemaat HKBP yang kaya raya pun sudah teramat banyak. Begitu juga dengan jumlah gereja dan pendetanya. Tersebar di seluruh Nusantara dan penjuru dunia. Lalu, apa fungsi Badan Usaha HKBP? Pertanyaan ini sekilas mudah dijawab. Ya, untuk mengelola aset HKBP. Tetapi jika dijabarkan lebih luas, seperti apa model pengelolaan aset dan kekayaan HKBP? Terpenting lagi, seperti apa manfaat yang diperoleh jemaat HKBP dengan dibentuknya Badan Usaha?

Pertanyaan itu menjadi sulit dijawab jika dikaitkan dengan realitas yang ada. Selama ini, model pengelolaan harta dan kekayaan HKBP masih bersifat sentralistik, dikendalikan penuh oleh Kantor Pusat HKBP di Pearaja, Tapanuli Utara. Delegasi kewenangan ke distrik atau resort belum sepenuhnya berjalan. Bahkan, hampir tidak ada. Namun, fakta ini masih bisa dimaklumi mengingat HKBP bukanlah perusahaan yang memerlukan akuntabilitas keuangan. Sebagai institusi gereja, HKBP mendapatkan kepercayaan penuh dari para jemaatnya untuk mengelola keuangan. Tidak perlu mempertanyakan akuntabilitas keuangan HKBP. Seandainya pimpinan HKBP membelokkan keuangan jemaatnya hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, itu dosa mereka. Biarlah mereka berurusan dengan Tuhan.

Barangkali, pertanyaan yang masih menggantung hingga kini adalah seperti apa manfaat bagi jemaat dengan dibentuknya Badan Usaha. Terutama bagi jemaat yang berada di daerah terpencil. Bukan bagi jemaat yang menetap di perkotaan seperti Jakarta. Lagipula, masyarakat perkotaan hanya punya sedikit waktu memikirkan hal di luar rutinitasnya. Ibarat kata, bisa pergi ke gereja saja sudah syukur. Tidak ada waktu lagi untuk berbuat untuk HKBP. Di sinilah pentingnya memberikan apresiasi kepada jemaat yang siap dan rela ikut terlibat dalam kepengurusan Badan Usaha HKBP. Mereka dengan sukarela ingin membangun HKBP, tanpa pamrih tentu saja.

HKBP Hite Tano
Salah satu contoh betapa kesenjangan masih terjadi di tubuh HKBP adalah masih banyaknya gereja HKBP yang terkesan diabaikan. Lihat saja, HKBP Hite Tano yang terletak di Kecamatan Habinsaran, Tobasa. Padahal, jarak antara kantor Distrik IV Toba dengan gereja ini hanya sekitar 50 kilometer saja. Tetapi faktanya, fisik gereja pagaran Resort Parsambilan ini masih jauh dari layak. Padahal, gereja ini sudah tergolong uzur karena sudah berdiri sejak 1903 silam. Hite Tano adalah salah satu wilayah penginjilan di Habinsaran, semasa Distrik Toba Habinsaran berdiri di Sitorang-Parsambilan, Kecamatan Silaen, tetangga Habinsaran di sebelah barat.

HKBP HITE TANO
Bangunan HKBP Hite Tano berdiri di kaki pebukitan. Masih tampak seadanya tanpa sentuhan artistik pada bangunannya. Terbuat dari papan kayu dan minim pengecatan. HKBP yang belum mempunyai pendeta ini terletak di antara perbatasan dua resort; Resort Parsambilan dan Resort Parsoburan, Distrik IV Toba. Namun secara geografis, HKBP Hite Tano lebih dekat ke HKBP Tornagodang, pagaran HKBP Resort Parsoburan.

Itu masih satu contoh. Masih banyak gereja HKBP yang belum menggambarkan kebesaran gereja yang didirikan IL Nommensen ini. Selain faktor fisik, sejarah penginjilan HKBP di kawasan Habinsaran juga masih samar-samar. Tidak ada literatur yang dikeluarkan HKBP ihwal masuknya berita sukacita ke daerah ini. Untuk Tapanuli, jejak penginjilan HKBP masih berkutat di Tarutung, Balige, Sigumpar, dan paling jauh di Silaen. Untuk Habinsaran dan sekitarnya, belum ada yang bisa dibanggakan.

Bandingkan dengan kawasan Jakarta dan sekitarnya. Sangat mudah menemukan gereja HKBP dengan arsitektur mewah dan memukau. Jumlah pendetanya bisa sampai tiga atau empat orang. Suasana kontras semakin terasa dengan jejeran mobil mewah di pelataran gereja. Kondisi yang teramat jauh dari kenyataan di Tanah Batak. Mencari tahu siapa saja yang pernah bertugas di sebuah resort di Jakarta juga sangat mudah. Arsip dan korespondensinya sudah pasti lebih canggih, ditambah dukungan pesatnya teknologi.

Menyadari fakta-fakta tersebut, saatnya sampai pada pertanyaan akhir; apakah Badan Usaha HKBP juga ditugasi untuk menghilangkan kesenjangan itu? Sebab, apabila Badan Usaha hanya berkutat di masalah angka-angka tanpa terobosan, tentu saja akan sangat disayangkan. Sesekali, mampirlah ke kampung kami. Di sana, banyak yang perlu dicermati.

Penulis adalah Putera Habinsaran, Jemaat HKBP Sutoyo
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment