Suap SKK Migas, Trio Simbolon Guncang KPK

 Bola panas suap SKK Migas akhirnya menyeret tiga orang Batak bermarga Simbolon. Satu orang sudah ditahan, satu dicekal, dan satu lagi masih melenggang bebas.

Ada kejadian tak biasa di halaman gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (24/6/2014) malam. Kerabat Artha Meris Simbolon berteriak histeris sembari mengutuk pihak-pihak yang dituding sengaja menjerumuskan Artha Meris. “Meris...Meris...Kamu tidak bersalah. Bajingan-bajingan itu yang bersalah,” teriak seorang perempuan paruh baya yang sejak siang setia menantikan di Gedung KPK. Teriakan histeris itu pun agaknya membuat Meris terguncang. Meris yang tadinya tampak tegar mulai tak kuasa menahan air mata ketika duduk di kursi mobil tahanan KPK. Ia sesekali tampak menyeka air mata yang jatuh di pipinya. Didampingi pengawal tahanan wanita KPK, Artha Meris pun pasrah digiring ke penjara.

Begitulah babak baru petualangan hukum Artha Meris Simbolon. Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industry ini akhirnya harus pasrah mengenakan baju tahanan KPK. Ia ditahan sebagai tersangka suap kepada mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini.

Meris diduga melanggar pasal 5 ayat1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang No.31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP. Rudi diduga menerima US$522.500 atau sekitar Rp 5,2 miliar dari Artha Meris. Uang itu diberikan agar Rudi merekomendasikan persetujuan untuk menurunkan formula harga gas PT KPI kepada Menteri ESDM Jero Wacik.

Meris berkali-kali menyerahkan uang kepada Rudi. Pada Februari 2013, Meris menyerahkan uang US$250.000 kepada Rudi melalui Deviardi. Berselang beberapa bulan, Meris kembali menyerahkan uang US$22.500, US$200.000, dan US$50.000 secara bertahap kepada Rudi melalui Deviardi. Uang itu kemudian disimpan di safe deposit box milik Deviardi di CIMB Niaga. Deviardi melaporkan penerimaan uang kepada Rudi dan Rudi meminta agar uang tersebut disimpan dulu.

Kasus yang melilit Meris memang tergolong rumit karena melibatkan banyak pihak. Dari pengusaha, anggota DPR, hingga pejabat negara. Itu sebabnya, kehadiran Meris dalam pusaran korupsi SKK Migas juga tidak langsung mengemuka. KPK memerlukan cukup banyak waktu untuk mengungkap apa dan bagaimana peran Meris. Kendati telah menyeret banyak nama, Meris agaknya bukanlah orang terakhir yang bakal mengenakan kostum  oranye KPK. Masih ada nama lain yang disebut-sebut tengah dibidik KPK. Di antaranya, Effendi Simbolon, anggota DPR yang duduk di komisi VII membidangi energi seperti SKK Migas. Dengan demikian, Effendi Simbolon memang bermitra dengan SKK Migas dari sisi kelembagaan antara pemerintah dan DPR. Hal inilah yang menjadi acuan banyak kalangan untuk menuding bahwa Effendi Simbolon juga “ikut bermain” dalam kasus Meris.

Effendi semakin jauh terseret karena adanya kesamaan marga Simbolon. Terutama karena dikaitkan pula dengan Pilgubsu 2013 yang diikuti Effendi. Konon, salah satu donatur Effendi untuk merebut Gubernur Sumut adalah Marihot Simbolon, ayahanda Meris. Campur tangan Marihot sebagai donatur Effendi pada prinsipnya adalah sah. Di kalangan orang Batak, dukung-mendukung calon kepala daerah karena alasan kesamaan marga sangat lumrah terjadi. Akan tetapi, dukungan Marihot oleh banyak pihak, dituding merupakan balas budi kepada Effendi menyusul jasanya yang kerap memuluskan alokasi dan harga gas untuk PT Kaltim Parna Industry.

Diketahui, Artha Meris mengaku pernah mengurus permohohan penyesuaian harga gas ke Menteri ESDM Jero Wacik. Harga itu terkait gas yang diperoleh PT Kaltim Parna Industri, pabrik amoniak (untuk bahan baku pupuk), anak usaha PT Parna Raya. Menurut Artha Meris, permohonan penyesuaian harga diurus agar perusahaannya bisa berproduksi lagi. Harga gas yang diperoleh Kaltim Parna berkisar US$ 12-14 per mmbtu. Adapun perusahaan lain seperti PT Kaltim Pasifik Amoniak (KPA) hanya US$ 5,8-6 per mmbtu. “Bagaimana kami bisa bersaing, sudah enam bulan pabrik kami berhenti,” kata dia di Jakarta, Jumat (27/9/2013).

Saat itu, Artha Meris menaruh curiga kasusnya hanyalah upaya persaingan bisnis industri amoniak nasional. Menurut dia, industri amoniak dikendalikan oleh kartel bisnis yang diperankan oleh Badan Usaha Milik Negara. "Kami swasta nasional, mengapa dimatikan," ujar dia. Dia mengatakan banyak perjanjian dengan pihak perbankan yang batal akibat pemberitaan terkait Parna Raya. Artha Meris juga membantah tuduhan seperti pemberian mobil Toyota Camry kepada Rudi hingga hubungannya dengan bos Kernel Oil Pte Ltd. "Gosip apa lagi, tidak ada hubungan," katanya.

Namun, KPK ternyata punya kesimpulan sendiri. Artha Meris tetap dijerat dengan pasal penyuapan. Juru Bicara KPK Johan Budi SP menjelaskan, Meris ditahan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan Jakarta Timur cabang KPK. “Terkait penyidikan kasus suap SKK Migas, KPK menahan Meris di Rutan KPK untuk 20 hari pertama,” tukas Johan, Selasa (24/6/2014).

Sementara itu, Otto Hasibuan, pengacara Meris juga ikut kecewa karena kliennya dijebloskan KPK kep sel penjara. Padahal, menurut Otto, duduk perkara Meris sesungguhnya masih kabur. Otto menegaskan, Meris tidak pernah menyuap mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini. “Persoalannya kan begini. Ini kan kalau ada suap tentu kan ada uangnya. Meris kan nggak ada uangnya. Jadi mana suapnya?” tanya Otto di gedung KPK, Selasa (24/6/2014).
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment