Kisah Paul Lubis: Anak Lumban Rau Berdarah Siantar Man

Ir Paul Lubis, MT saat ini dipercaya sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM. Sebuah posisi bergengsi bagi pejabat berpangkat eselon II. Namun, pencapaian itu diperolehnya dengan kerja keras, dimulai sejak ia kuliah di Yogyakarta.

Paul Lubis lahir di Siantar, 54 tahun silam. Ayahnya berasal dari desa Lumban Rau, Kecamatan Habinsaran, Tobasa. Sedangkan ibunya yang boru Pardosi, berasal dari Parsoburan, ibukota Kecamatan Habinsaran, 15 kilometer di barat Lumban Rau. Sejak kecil, Paul sudah terbiasa hidup mandiri. Modal kemandirian itulah yang menjadi modalnya ketika menempuh pendidikan ke Universitas Veteran Yogyakarta. “Saya pernah menjadi “kenek” bus Yogyakarta-Solo untuk menutupi kebutuhan hidup,” ujar Paul kepada GABE di Jakarta, Kamis, 14 Agustus 2014.

Sebagai anak Lumban Rau yang besar di Siantar, hidup di pasaran memang bukan hal aneh bagi Paul. Julukan “Siantar Man” yang dikenal keras dan tegas sudah turut pula mengalir dalam darahnya. Di Siantar, segala urusan biasanya diselesaikan dengan cara yang cukup “keras”. Namun, bukan berarti darah “Siantar Man” yang mengalir di darahnya mencerminkan dirinya sebagai sosok yang otoriter dan bertangan besi. Sebaliknya, Paul adalah sosok yang lembut dan tak lupa memegang teguh ikatan persaudaraan dalam tradisi Batak.

Suami dari boru Manurung ini pun selalu menunjukkan perhatiannya kepada kampung halamannya, Lumban Rau, kendati ia sudah menetap di Jakarta. Perhatian itu dia tunjukkan melalui pemikiran maupun partisipasi dalam hal materi. “Meski tidak seberapa, partisipasi itu sangat penting sebagai pengikat batin dengan bona pasogit,” katanya.

Dalam kesehariannya, terutama di akhir pekan, ritual yang kerap digelar Paul adalah berburu kuliner. Berbagai rumah makan yang menyajikan masakan Nusantara disinggahi berdasarkan referensi media maupun informasi dari mulut ke mulut. Dari semua makanan olahan tradisional itu, bakmi Jawa yang paling digemarinya. “Favorit saya bakmi Jawa Mbah Mo dan bakmi Jawa Pele di dekat Keraton Yogyakarta. Rasanya sangat manis,” tukas Paul. IP/GABE
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment