Sibolga Pegang Kunci Pengesahan Provinsi Tapanuli

Nasib Provinsi Tapanuli (Protap) akan ditentukan pada pertengahan Agustus 2014. Kalangan DPR dan pemerintah tampaknya belum ada kesepakatan menyusul sikap ragu-ragu Kotamadya Sibolga. Kendati begitu, solusi terbaik terus diupayakan.

Memasuki sidang paripurna terakhir DPR periode 2009-2014, pembahasan Rancangan Undang-Undang pembentukan Provinsi Tapanuli (RUU Protap) adalah salah satu RUU yang layak dicermati. Pasalnya, pengesahan RUU Protap agaknya bakal terbentur karena belum bersedianya Kota Sibolga ikut bergabung menjadi wilayah Protap.

Diketahui, masalah yang masih mengganjal sebenarnya dipicu persoalan lama, yakni rebutan letak ibukota provinsi. Sibolga tetap bersikukuh sebagai ibukota karena merasa memiliki pelabuhan. Siborongborong juga mengklaim karena letaknya di tengah wilayah Protap, sehingga gampang diakses seluruh kabupaten/kota yang akan bergabung.

Kendati dihadapkan persoalan rumit, DPR tetap optimistis mampu merampungkan pembahasan 65 RUU pemekaran daerah pada akhir September 2014. Empat pemekaran di wilayah Sumut yang masuk paket 65 RUU yakni RUU pembentukan Protap, RUU pembentukan Provinsi Kepulauan Nias, RUU pembentukan Kabupaten Simalungun Hataran yang ingin pisah dari induknya Kabupaten Simalungun, dan RUU pembentukan Kabupaten Pantai Barat Mandailing.

Menurut anggota Komisi II DPR Yasonna Hamonangan Laoly, masa reses DPR yang dimulai 11 Juli 2014 hingga 15 Agustus 2014 tidak akan mempengaruhi target pengesahan 65 RUU tersebut.
"Habis reses nanti akan langsung digelar rapat Panja Pemekaran. Di situ nanti Panja akan mengundang pihak pemerintah untuk melakukan pembahasan," ujar Yasonna Laoly kepada wartawan, Jumat (1/8/2014).

Yasonna kembali menegaskan target tersebut akan bisa dikejar sebelum habisnya masa tugas DPR periode 2009-2014 akhir September. "Yakin, karena mempertimbangkan aspek sebagai daerah perbatasan, geo-strategis, kewilayahan, dan sebagainya, semua memenuhi syarat," terang politisi PDI Perjuangan ini.

Terkait dengan Protap yang masih terganjal Kota Sibolga yang belum mau ikut gabung, Yasonna yakin masalah seperti itu nantinya bisa ditemukan solusinya. Yang penting, lanjutnya, dibicarakan bersama dengan semangat yang sama. "Ya nanti itu pasti akan dibicarakan pemerintah dengan DPR, seperti Sibolga itu. Yang penting komunikasi yang baik lah," kata dia.

Sementara itu, belum bersedianya Kota Sibolga untuk bergabung ke wilayah Protap mendapat perhatian dari Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Dia mewanti-wanti jika masih ada masalah yang belum selesai, maka sebuah RUU pemekaran tidak akan dibahas. Gamawan memberi contoh kasus yang pernah terjadi saat pembahasan paket empat RUU pemekaran di wilayah Sulawesi Tenggara (Sultra). Satu RUU akhirnya ditinggal, yakni RUU pembentukan Kota Raha, lantaran belum beres soal letak ibukota. Tiga yang lain, yakni RUU pembentukan Kabupaten Muna Barat, Buton Selatan, Buton Tengah disahkan menjadi UU pada 24 Juni 2014.

"Jadi, dari empat di Sultra itu, tiga kita setujui, yang satu tidak. Mau demo atau apa, kalau belum memenuhi syarat ya tidak disetujui," ujar Gamawan, belum lama ini. Dijelaskan Gamawan, peran gubernur sangat penting dalam mencari solusi terhadap ganjalan pembahasan RUU pemekaran. Jika gubernur sudah menjamin tidak ada masalah lagi di lapangan, maka itu akan dijadikan acuan pemerintah dan DPR untuk mengesahkan RUU menjadi UU. "Biasanya kita minta surat tertulis (yang menyatakan tidak ada lagi masalah)," tukas Gamawan.
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment