![]() |
SMAN 1 HABINSARAN |
Belakangan, Basri Pardosi tarik diri dari kehidupan bebas di pasaran. Bukan apa-apa, ia kini menderita penyakit gula yang membuat dirinya menjadi kurus. Sejak 2006, Basri akhirnya menekuni profesi sebagai penjaga sekolah SMA Negeri 1 Habinsaran, tak jauh dari rumahnya. Terpilihnya Basri sebagai penjaga sekolah tentu saja bukan karena latarbelakangnya sebagai anak pasaran. Namun, hal itu tidak terlepas dari sejarah SMA itu sendiri. “Bapak saya menyerahkan lahan ini kepada pemerintah untuk dijadikan sekolah,” ujar Basri kepada GABE, pertengahan Januari.
Itulah alasan kenapa Basri diberikan kepercayaan untuk menjaga sekolah. Sebagai penjaga sekolah, Basri bertugas membuka dan mengunci seluruh ruangan kelas. Tiap bulannya, Basri diberikan honor sebesar Rp 900 ribu. “Awal-awal aktif, gaji saya hanya Rp 700 ribu,” tambahnya.
Meski digaji tak seberapa, Basri tetap bersyukur. Apalagi, dengan kondisinya saat ini, ia tidak mungkin kembali ke arena pasaran ataupun bekerja di ladang. Basri sedikit terbantu karena istrinya membuka usaha kecil-kecilan di rumahnya. Berdagang jajanan dan keperluan sekolah. Namun, Basri punya permintaan kepada pemerintah Tobasa. Ia ingin diangkat sebagai PNS. “Anggaplah sebagai balas jasa kepada keluarga kami yang telah bersedia memberikan lahan ini kepada pemerintah. Saya tidak menuntut gaji yang tinggi, tetapi setidaknya angkatlah saya sebagai PNS.”
Impian Basri bukanlah omong kosong. Dari latar belakang pendidikan, ia juga jebolan SMA Negeri 1 Habinsaran. Secara administratif, ijazahnya sudah cukup kalau hanya untuk posisi penjaga sekolah. Sebenarnya, kata Basri, ia sudah mengajukan permohonannya agar diangkat sebagai PNS. Sayang, belum mendapat tanggapan dari pemerintah Tobasa. “Mudah-mudahan, permintaan saya ini didengar pemerintah. Saya percaya pemerintah akan mendengar,” Basri berharap. IP/GABE
0 komentar:
Post a Comment