Bupati Toba Samosir (Tobasa) Kasmin Simanjuntak akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembebasan lahan untuk pembangunan akses menuju PLTA Asahan III, Kamis (18/7/2013). Penahanan Kasmin masih menunggu izin Presiden.
Proyek pembebasan lahan yang berada di Dusun Ba tu ma - mak, Desa Meranti Utara, Kecamatan Pintu Pohan, Tobasa itu menelan biaya sekitar Rp3,9 miliar dari anggaran pelepasan lahan sebesar Rp17 miliar. Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sumut Komisaris Besar Pol Sadono Budi Nugroho mengatakan, status tersangka diberikan kepada Kasmin setelah menjalani pemeriksaan di polda, Rabu (17/7) malam.
“Yang bersangkutan diperiksa dari pukul 18.00–21.00 WIB. Ini masih tahap awal, tetapi kami sudah tetapkan dia sebagai tersangka,” katanya kepada wartawan, kemarin. Menurut dia, pemeriksaan terhadap orang nomor satu di Tobasa itu hampir saja dibatalkan, karena tiba-tiba aliran listrik di Polda padam sejak Rabu (17/7) pagi. Kasmin sempat disuruh pulang oleh penyidik.
Namun, beberapa saat kemudian listrik menyala, sehingga penyidik memanggil kembali Bupati Tobasa. “Pemeriksaannya sudah sempat kami batalkan karena aliran listrik di polda padam,” ujarnya. Adapun fokus pertanyaan yang diajukan penyidik kepada Bupati Tobasa, yakni proses pembebasan lahan yang akan dijadikan akses menuju PLTA Asahan III.
Sebab, karena awal terjadinya dugaan korupsi berada di area itu. Meski sudah menetapkan Kasmin sebagai tersangka, polda belum melakukan penahanan. Sadono pun belum dapat memastikan apakah tersangka ditahan atau tidak, karena untuk proses penahanan memerlukan izin Presiden. “Memang kami diberi kewenangan memeriksa pejabat setingkat bupati dan wali kota, tetapi untuk penahanannya harus ada izin Presiden. Makanya kami gali dulu materi nya, setelah lengkap baru kami layangkan surat permohonan penahanan ke Presiden,” ungkapnya.
Dia menuturkan, dugaan korupsi ini mulai terbongkar setelah dua mantan pegawai bagian keuangan Pikitring Suar Wilayah I diperiksa penyidik Tipikor Polda Sumut pada Februari 2013, yaitu Lasmaria Sitorus dan Kurniawan Tanjung. Keduanya saat ini bertugas di Unit Pembangkit Jaringan (Ukitring Suar), Jalan dr Sucipto, Medan.
Dalam pemeriksaan itu, diperoleh keterangan Anggaran Perusahaan Listrik Negara (APLN) mengucurkan dana sebesar Rp17 miliar untuk pelepasan lahan sembilan hektare (ha) yang menurut Bupati Tobasa untuk mengganti kerugian kepada pemilik lahan, tetapi ternyata lahan itu merupakan hutan lindung. Untuk mengelabui status hutan lindung, bupati berusaha membujuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tobasa mengubah status hutan lindung menjadi hutan milik masyarakat, kemudian dilakukan pemetaan.
Sementara itu, Kepala Sub bidang Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PID) Polda Su mut Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) MP Nainggolan mengatakan, penyidik akan terus menelusuri kasus itu. “Yang pasti, komitmen kami menegakkan supremasi hukum, khususnya dalam kasus korupsi ini tetap serius. Apalagi ini sudah atensi pimpinan,” tandasnya. Menurut dia, dugaan korupsi dana yang masuk ke rekening Bupati Tobasa sebesar Rp3,8 miliar dari total anggaran Rp17 miliar berasal dari APLN TA 2011.
“Kami sudah dapat bukti dugaan manipulasi status lahan dari hutan lindung menjadi hutan rakyat. Bahkan, ada lahan dibuat atas nama orang lain, padahal statusnya hutan lindung,” tuturnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Humas Pemerintah Kabu paten (Pemkab) Tobasa Dicky Tampubolon tidak bisa dikonfirmasi terkait persoalan hukum yang mendera atasannya itu. Berulang kali telepon selularnya dihubungi, dia tidak menja wab. Demikian pula pesan singkat (SMS) yang dikirimkan KO RAN SINDO MEDAN, tidak dibalas. KORAN SINDO
Proyek pembebasan lahan yang berada di Dusun Ba tu ma - mak, Desa Meranti Utara, Kecamatan Pintu Pohan, Tobasa itu menelan biaya sekitar Rp3,9 miliar dari anggaran pelepasan lahan sebesar Rp17 miliar. Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Sumut Komisaris Besar Pol Sadono Budi Nugroho mengatakan, status tersangka diberikan kepada Kasmin setelah menjalani pemeriksaan di polda, Rabu (17/7) malam.
“Yang bersangkutan diperiksa dari pukul 18.00–21.00 WIB. Ini masih tahap awal, tetapi kami sudah tetapkan dia sebagai tersangka,” katanya kepada wartawan, kemarin. Menurut dia, pemeriksaan terhadap orang nomor satu di Tobasa itu hampir saja dibatalkan, karena tiba-tiba aliran listrik di Polda padam sejak Rabu (17/7) pagi. Kasmin sempat disuruh pulang oleh penyidik.
Namun, beberapa saat kemudian listrik menyala, sehingga penyidik memanggil kembali Bupati Tobasa. “Pemeriksaannya sudah sempat kami batalkan karena aliran listrik di polda padam,” ujarnya. Adapun fokus pertanyaan yang diajukan penyidik kepada Bupati Tobasa, yakni proses pembebasan lahan yang akan dijadikan akses menuju PLTA Asahan III.
Sebab, karena awal terjadinya dugaan korupsi berada di area itu. Meski sudah menetapkan Kasmin sebagai tersangka, polda belum melakukan penahanan. Sadono pun belum dapat memastikan apakah tersangka ditahan atau tidak, karena untuk proses penahanan memerlukan izin Presiden. “Memang kami diberi kewenangan memeriksa pejabat setingkat bupati dan wali kota, tetapi untuk penahanannya harus ada izin Presiden. Makanya kami gali dulu materi nya, setelah lengkap baru kami layangkan surat permohonan penahanan ke Presiden,” ungkapnya.
Dia menuturkan, dugaan korupsi ini mulai terbongkar setelah dua mantan pegawai bagian keuangan Pikitring Suar Wilayah I diperiksa penyidik Tipikor Polda Sumut pada Februari 2013, yaitu Lasmaria Sitorus dan Kurniawan Tanjung. Keduanya saat ini bertugas di Unit Pembangkit Jaringan (Ukitring Suar), Jalan dr Sucipto, Medan.
Dalam pemeriksaan itu, diperoleh keterangan Anggaran Perusahaan Listrik Negara (APLN) mengucurkan dana sebesar Rp17 miliar untuk pelepasan lahan sembilan hektare (ha) yang menurut Bupati Tobasa untuk mengganti kerugian kepada pemilik lahan, tetapi ternyata lahan itu merupakan hutan lindung. Untuk mengelabui status hutan lindung, bupati berusaha membujuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tobasa mengubah status hutan lindung menjadi hutan milik masyarakat, kemudian dilakukan pemetaan.
Sementara itu, Kepala Sub bidang Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PID) Polda Su mut Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) MP Nainggolan mengatakan, penyidik akan terus menelusuri kasus itu. “Yang pasti, komitmen kami menegakkan supremasi hukum, khususnya dalam kasus korupsi ini tetap serius. Apalagi ini sudah atensi pimpinan,” tandasnya. Menurut dia, dugaan korupsi dana yang masuk ke rekening Bupati Tobasa sebesar Rp3,8 miliar dari total anggaran Rp17 miliar berasal dari APLN TA 2011.
“Kami sudah dapat bukti dugaan manipulasi status lahan dari hutan lindung menjadi hutan rakyat. Bahkan, ada lahan dibuat atas nama orang lain, padahal statusnya hutan lindung,” tuturnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Humas Pemerintah Kabu paten (Pemkab) Tobasa Dicky Tampubolon tidak bisa dikonfirmasi terkait persoalan hukum yang mendera atasannya itu. Berulang kali telepon selularnya dihubungi, dia tidak menja wab. Demikian pula pesan singkat (SMS) yang dikirimkan KO RAN SINDO MEDAN, tidak dibalas. KORAN SINDO
0 komentar:
Post a Comment