Letnan Kolonel Freddy Jhon Hamonangan Pardosi adalah salah satu prajurit terbaik yang dimiliki Korps Marinir saat ini. FJH Pardosi, begitu dia biasa disapa, adalah sosok yang tenang, berwibawa, dan berkharisma. Dia tidak mengenal istilah tedeng aling-aling. Sebaliknya, ia merupakan sosok yang memiliki kepribadian kuat. Singkatnya, penampilan FJH Pardosi sebagai perwira marinir ditambah nada bicaranya yang tegas sudah cukup mewakili dirinya sebagai pribadi yang dihormati dan disegani.
FJH Pardosi layak disebut seorang prajurit marinir tulen. Motto ‘sekali menjadi prajurit marinir, selamanya marinir’ menjadi pengikat jiwanya dengan Korps Marinir. Kebanggaan, jiwa korsa, dan naluri tempur, adalah nafas bagi prajurit Baret Ungu ini. Kecekatan dan kemampuan yang dia miliki selanjutnya menjelma dalam segudang kiprah dan pengalamannya selama bertugas sebagai perwira militer di Korps Marinir. Sejak resmi menyandang predikat prajurit marinir pada 1994, rekor terjun langsung ke sejumlah operasi yang dimiliki FJH Pardosi jelas sudah melampaui hitungan jari.
Namun, dari sekian banyak penugasan yang dijalani, FJH Pardosi amat terkesan ketika dipercaya untuk bergabung dengan Satgas Tempur di Nanggrou Aceh Darussalam, beberapa waktu lalu. Mendapat kepercayaan dari negara untuk melaksanakan Pengamanan Pulau Terluar Wilayah NKRI juga membuat jiwa kepemimpinan FJH Pardosi semakin terasah. Dalam operasi pembebasan sandera Kapal Motor (KM) Sinar Kudus yang disandera perompak Somalia pertengahan Maret tahun lalu, juga merupakan hasil kerja keras pasukan marinir dimana FJH Pardosi ikut ambil bagian dalam misi tersebut.
Korps Marinir memang dikenal sebagai pasukan yang memiliki kemampuan tempur di tiga media sekaligus yakni di darat, di laut, maupun di udara. Namun, prajurit marinir juga meyakini, profesionalisme yang tinggi hanya dapat dicapai jika prajurit Korps Marinir memiliki kebanggaan, jiwa korsa dan naluri tempur yang kuat.
Memimpin Pasukan Garuda ke Libanon
Kenyang berbagai penugasan yang dipercayakan negara kepadanya, tidak lantas menjadikan FJH Pardosi berpuas diri. Bagi prajurit tulen dan rendah hati ini, terjun langsung mengemban misi yang diletakkan di pundaknya mesti diselesaikan dengan penuh rasa tanggungjawab. Tidak peduli apapun risikonya. Terkini, ia baru saja kembali ke Tanah Air usai dipercaya negara memimpin Pasukan Garuda di Lebanon, Timur Tengah, dalam misi perdamaian PBB. “Tugas yang cukup menantang. Namun, sebagai prajurit Marinir, penugasan merupakan kehormatan yang bernilai istimewa,” tegas FJH Pardosi.
Pria jebolan AKABRI 1994 ini menambahkan, penugasannya ke Libanon menjadikan dirinya semakin matang memimpin pasukan militer, sekaligus membuat nama besar Korps Marinir semakin harum. Ke depan, ayah empat anak ini optimis, segudang pengalaman yang dimiliki akan mengubah dirinya menjadi sosok yang penuh tanggungjawab dan berdedikasi tinggi bagi negara. “Mempersembahkan yang terbaik untuk negara merupakan impian saya sebagai prajurit Marinir. Penugasan oleh negara ke berbagai medan, adalah kebanggaan yang tidak ternilai.”
Sepenuh Bakti Korps Marinir
FJH Pardosi lahir di Balige, Sumatera Utara, 14 Desember 1971. Dia menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di Parsoburan, Habinsaran, sekira 40 kilometer dari Balige. Sejak kecil, bakat memimpin FJH Pardosi memang sudah terbentuk. Faktor kuatnya disiplin dalam keluarga plus pendidikan sekolah yang tergolong keras, adalah hal lain yang semakin menguatkan karakter yang ia miliki.
Menempuh pendidikan selama tiga tahun sebagai taruna militer dengan kejuruan marinir, FJH Pardosi lulus pada 1994 dengan pangkat Letnan Dua. Tugas pertamanya adalah Komandan Peleton di Batalyon Infanteri Marinir. “Mendapat penugasan pertama sebagai komandan peleton, adalah kenangan yang cukup mengesankan bagi saya,” katanya.
Suami dari Christina Romauli C. Siboro S.Sos ini selanjutnya mengikuti berbagai pendidikan militer di samping menempati sederet jabatan di lingkungan Korps Marinir.
Terakhir, ayah dari Virgie Samantha Parsaulian Pardosi, Chelsea Maria Nauli Pardosi, Ralph Samuel Habinsaran Pardosi, dan Jonathan Mathew Hatorangan Pardosi, ini mengikuti Pendidikan Seskoal pada tahun 2009. Selain mengikuti pendidikan militer, saat ini dia tengah menyelesaikan pendidikan di salah satu universitas di Jakarta. “Ilmu dan pengalaman harus berjalan beriringan,” seru FJP Pardosi.
Ada hal menarik yang layak ditiru para generasi muda dari sosok FJH Pardosi. Dia meyakini, ritme kehidupan yang terus berputar seyogianya dilandasi falsafah kuat untuk dijadikan sebagai pedoman. Mengikuti naluri, mengembangkan kemampuan, mencari kelebihan, serta mengembangkan potensi diri tersebut adalah kata kunci mencapai kesuksesan.
Dia memaparkan, karena hidup adalah perjuangan tanpa henti, kesuksesan juga ditentukan kemauan untuk mengikuti naluri tanpa ragu. Tentu saja, sosok yang ingin maju adalah mereka yang memiliki naluri yang baik dan sudah dilatih melalui pengalaman sebanyak mungkin dan menjadikannya pelajaran yang berharga.
“Kita harus melatih kemampuan yang kita miliki. Karena kemampuan itu bagaikan pisau yang akan tumpul dan berkarat jika tidak diasah dan digunakan secara terus menerus. Artinya, senantiasa memacu kelebihan dan potensi diri adalah bekal utama menuju kehidupan yang lebih baik. Try The Best, Do The Best, Always Be The Best,” pungkas FJH Pardosi. IHP
FJH Pardosi layak disebut seorang prajurit marinir tulen. Motto ‘sekali menjadi prajurit marinir, selamanya marinir’ menjadi pengikat jiwanya dengan Korps Marinir. Kebanggaan, jiwa korsa, dan naluri tempur, adalah nafas bagi prajurit Baret Ungu ini. Kecekatan dan kemampuan yang dia miliki selanjutnya menjelma dalam segudang kiprah dan pengalamannya selama bertugas sebagai perwira militer di Korps Marinir. Sejak resmi menyandang predikat prajurit marinir pada 1994, rekor terjun langsung ke sejumlah operasi yang dimiliki FJH Pardosi jelas sudah melampaui hitungan jari.
Namun, dari sekian banyak penugasan yang dijalani, FJH Pardosi amat terkesan ketika dipercaya untuk bergabung dengan Satgas Tempur di Nanggrou Aceh Darussalam, beberapa waktu lalu. Mendapat kepercayaan dari negara untuk melaksanakan Pengamanan Pulau Terluar Wilayah NKRI juga membuat jiwa kepemimpinan FJH Pardosi semakin terasah. Dalam operasi pembebasan sandera Kapal Motor (KM) Sinar Kudus yang disandera perompak Somalia pertengahan Maret tahun lalu, juga merupakan hasil kerja keras pasukan marinir dimana FJH Pardosi ikut ambil bagian dalam misi tersebut.
Korps Marinir memang dikenal sebagai pasukan yang memiliki kemampuan tempur di tiga media sekaligus yakni di darat, di laut, maupun di udara. Namun, prajurit marinir juga meyakini, profesionalisme yang tinggi hanya dapat dicapai jika prajurit Korps Marinir memiliki kebanggaan, jiwa korsa dan naluri tempur yang kuat.
Memimpin Pasukan Garuda ke Libanon
Kenyang berbagai penugasan yang dipercayakan negara kepadanya, tidak lantas menjadikan FJH Pardosi berpuas diri. Bagi prajurit tulen dan rendah hati ini, terjun langsung mengemban misi yang diletakkan di pundaknya mesti diselesaikan dengan penuh rasa tanggungjawab. Tidak peduli apapun risikonya. Terkini, ia baru saja kembali ke Tanah Air usai dipercaya negara memimpin Pasukan Garuda di Lebanon, Timur Tengah, dalam misi perdamaian PBB. “Tugas yang cukup menantang. Namun, sebagai prajurit Marinir, penugasan merupakan kehormatan yang bernilai istimewa,” tegas FJH Pardosi.
Pria jebolan AKABRI 1994 ini menambahkan, penugasannya ke Libanon menjadikan dirinya semakin matang memimpin pasukan militer, sekaligus membuat nama besar Korps Marinir semakin harum. Ke depan, ayah empat anak ini optimis, segudang pengalaman yang dimiliki akan mengubah dirinya menjadi sosok yang penuh tanggungjawab dan berdedikasi tinggi bagi negara. “Mempersembahkan yang terbaik untuk negara merupakan impian saya sebagai prajurit Marinir. Penugasan oleh negara ke berbagai medan, adalah kebanggaan yang tidak ternilai.”
Sepenuh Bakti Korps Marinir
FJH Pardosi lahir di Balige, Sumatera Utara, 14 Desember 1971. Dia menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di Parsoburan, Habinsaran, sekira 40 kilometer dari Balige. Sejak kecil, bakat memimpin FJH Pardosi memang sudah terbentuk. Faktor kuatnya disiplin dalam keluarga plus pendidikan sekolah yang tergolong keras, adalah hal lain yang semakin menguatkan karakter yang ia miliki.
Menempuh pendidikan selama tiga tahun sebagai taruna militer dengan kejuruan marinir, FJH Pardosi lulus pada 1994 dengan pangkat Letnan Dua. Tugas pertamanya adalah Komandan Peleton di Batalyon Infanteri Marinir. “Mendapat penugasan pertama sebagai komandan peleton, adalah kenangan yang cukup mengesankan bagi saya,” katanya.
Suami dari Christina Romauli C. Siboro S.Sos ini selanjutnya mengikuti berbagai pendidikan militer di samping menempati sederet jabatan di lingkungan Korps Marinir.
Terakhir, ayah dari Virgie Samantha Parsaulian Pardosi, Chelsea Maria Nauli Pardosi, Ralph Samuel Habinsaran Pardosi, dan Jonathan Mathew Hatorangan Pardosi, ini mengikuti Pendidikan Seskoal pada tahun 2009. Selain mengikuti pendidikan militer, saat ini dia tengah menyelesaikan pendidikan di salah satu universitas di Jakarta. “Ilmu dan pengalaman harus berjalan beriringan,” seru FJP Pardosi.
Ada hal menarik yang layak ditiru para generasi muda dari sosok FJH Pardosi. Dia meyakini, ritme kehidupan yang terus berputar seyogianya dilandasi falsafah kuat untuk dijadikan sebagai pedoman. Mengikuti naluri, mengembangkan kemampuan, mencari kelebihan, serta mengembangkan potensi diri tersebut adalah kata kunci mencapai kesuksesan.
Dia memaparkan, karena hidup adalah perjuangan tanpa henti, kesuksesan juga ditentukan kemauan untuk mengikuti naluri tanpa ragu. Tentu saja, sosok yang ingin maju adalah mereka yang memiliki naluri yang baik dan sudah dilatih melalui pengalaman sebanyak mungkin dan menjadikannya pelajaran yang berharga.
“Kita harus melatih kemampuan yang kita miliki. Karena kemampuan itu bagaikan pisau yang akan tumpul dan berkarat jika tidak diasah dan digunakan secara terus menerus. Artinya, senantiasa memacu kelebihan dan potensi diri adalah bekal utama menuju kehidupan yang lebih baik. Try The Best, Do The Best, Always Be The Best,” pungkas FJH Pardosi. IHP
0 komentar:
Post a Comment