OPINI: Jangan Mau Menyerah

Dunia pendidikan sepertinya telah mendarah-daging pada orang Batak. Tak satupun orang Batak yang tidak ingin menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Setidaknya, hal itulah yang sering kita jumpai meskipun kadang-kadang impian untuk mewujudkan impian tersebut terbentur oleh berbagai kendala, semisal kendala biaya. 

Namun, apapun itu, semangat untuk terus memperbaiki kehidupan lewat pendidikan yang lebih mumpuni paling tidak telah membuktikan bahwa orang Batak itu tidak pernah bisa dilepaskan dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah nomor satu.

Meski demikian, tantangan zaman yang kini semakin merangsek masuk ke Tanah Air, mau tidak mau memaksa generasi muda Batak khususnya mereka yang menempuh pendidikan di Ibukota Jakarta, dihadapkan pada sederet tantangan. Tak mudah bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Itu sebabnya,  mereka memang harus memiliki semangat juang yang tinggi ditambah ketekunan yang cukup kental. Jika tidak, mereka akan tergilas oleh zaman itu sendiri tanpa bisa berbuat apa-apa. Dengan demikian, zaman memang harus dihadapi, dan jangan pernah menyerah.

Mahasiswa Parsoburan di Jakarta

Jakarta sebagai ibukota negara memang menyimpan berbagai kesempatan kepada siapa saja. Oleh sebab itu, siapapun yang ingin maju memperoleh peluang yang sama dengan yang lainnya. Tinggal bagaimana kita mau bekerja dan terus menerus belajar atas ketidaktahuan.

Mahasiswa Parsoburan yang mengadu ilmu di Jakarta saat ini sudah cukup banyak. Masalah yang sering dihadapi pada umumnya adalah kendala biaya. Keterbatasan biaya yang dibutuhkan seringkali dijadikan alasan untuk tidak giat belajar. Namun, di sisi lain, hal itu sebenarnya bukanlah alasan yang pantas diajukan. Masih banyak faktor yang lain yang dapat dijadikan alasan untuk maju. Misalnya, cita-cita untuk memperoleh pekerjaan yang layak sehingga di kemudian hari bisa membangun kampung halaman.

Kondisi lingkungan di daerah kampus juga turut menentukan prestasi seorang mahasiswa. Misalnya, banyaknya warung internet membuat mahasiswa kadang-kadang sering menyalahgunakannya dan malah asyik bermain game internet. Tak hanya itu, di tempat kita tinggal juga mempengaruhi wawasan seorang mahasiswa. Ambil contoh, cara kita mengadaptasikan diri dengan masyarakat sekitar. Ketika ingin memberikan salam kepada orang lain tentu saja harus disesuaikan dengan adat dan kebiasaan masyarakat setempat. Selain itu, cara meyakinkan seseorang juga turut menentukan apakah kita sudah mampu beradapatasi dengan anggota masyarakat lain.


Sebagai mahasiswa, siapa yang tidak pernah mengalami masalah. Penyebabnya juga pasti berbeda-beda sesuai dengan masalah yang menghampiri kita. Aku, engkau, siapapun Anda bila menghadapi suatu masalah harus dengan  kepala dingin. Masalah utama yang biasanya dihadapi seorang mahasiswa adalah soal ekonomi. Keterlambatan membayar biaya administrasi perkuliahan menjadi kendala yang pertama, selain biaya untuk membeli buku. Mahalnya sebuah buku membuat situasi semakin runyam dan membuat kita semakin sulit untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

Faktor yang lain adalah masalah keterlambatan membayar biaya tinggal alias kos-kosan. Mungkin kita hanya bisa memohon kepada induk semang agar memaklumi keadaan yang kita alami. Bahkan, kita harus rela bila disuruh induk semang membantu di rumahnya semisal mencuci pakaian, menyetrika atau mungkin saja mengepel lantai rumahnya demi melakukan yang terbaik bagi diri kita sendiri.

Masalah yang paling menonjol adalah bagaimana kita memperoleh kesehatan. Itulah sebenarnya yang harus kita dahulukan. Setiap kegiatan yang kita lakukan membutuhkan energi. Bagaimana memperoleh itu memang tidaklah mudah mendapatkannya. Situasi seperti ini menjadi dilema dalam mempertahankan kestabilan hidup.

Mengkaji suatu masalah mau tidak mau harus mampu mengendalikan emosi dan mempunyai kesiapan mental yang kuat. Masalah yang kita ingin selesaikan jangan sampai dihadapi dengan masalah juga, pikiran jernih harus diutamakan. Segala sesuatunya punya penyelesaian, tinggal merincikan masalahnya dari tingkat yang mudah sampai dengan tingkat yang susah. Pikiran dan hati terpaksa terkuras dengan sendirinya tanpa disadari. Itulah pengorbanan.

Menjadi Pemenang di Ibu Kota
    
Orang Batak sejak dulu memang sudah dikenal sebagai penakluk tantangan. Ke depan, kehadiran orang Batak, terutama generasi muda, diharapkan tidak lagi menyerah begitu saja pada keadaan. Masalah memang sangat banyak yang segera harus diselesaikan. Tetapi sekali lagi, sebagai orang Batak yang selalu haus dengan ilmu pengetahuan, kita harus membuktikan bahwa kita sanggup melakukan apa saja. Yang penting tidak merugikan atau bahkan mencederai orang lain.

Menjadi pemenang di Ibu Kota seyogianya harus dijadikan sebagai motivasi utama dalam rangka meraih impian yang diharapkan. Perlahan tapi pasti, segala kendala dan tantangan yang sering kita hadapi harus diselesaikan dengan cara yang baik. Kita tentu saja menginginkan sebuah perubahan. Karena itu, sejak sekarang, sebagai generasi muda yang sedang menempuh pendidikan di Ibukota Jakarta harus membuktikan bahwa kita memang mampu berbuat maksimal. Kita juga harus mengakui bahwa kemampuan yang kita miliki masih belum memadai. Akan tetapi, dengan tekad yang bulat, niscaya segala impian dan cita-cita yang kita harapkan pasti akan terwujud.

Rio Purba
Putera Parsoburan/Mahasiswa Universitas Mpu Tantular, Jakarta
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment