![]() |
ILUSTRASI |
Perempuan tua itu yang biasa dipanggil “Nai Hotmian,” oleh teman satu desanya itu pun melanjutkan perjalanannya pulang ke rumahnya…… rumah peristirahatannya, rumah yang menyimpan sejuta kenangan,…. rumah dimana dulu dia bersama dengan suami tercintanya yang sudah meninggal dua puluh tiga tahun yang silam… meninggalkan dirinya dan ketiga anak-anaknya yang masih kecil di rumah sederhana tempat membesarkan ke tiga anaknya yang sekarang sudah pergi merantau ke negeri orang…dan dua diantaranya sudah berkeluarga.
Masih membekas dalam ingatannya peristiwa beberapa tahun silam di saat anak pertamanya, anak laki-lakinya yang bernama Hotmian, anak yang sejak kecil sangat berbakat, anak yang pintar dan selalu dapat juara satu di sekolah, anak yang punya cita-cita tinggi… penuh semangat bak laksana gemuruh yang selalu berkobar dalam dadanya…ingin mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya…dan mengangkat derajat keluarganya..dan akhirnya diterima bekerja di CALTEX, sebuah perusahaan minyak dengan jabatan sebagai Direktur Pemasaran dan memperistri Linda teman satu kuliahnya dulu dan sudah dikaruniai seorang anak perempuan bernama Cindy., dan memilih untuk menetap di Riau.
Nai Hotmian pun tanpa sadar tersenyum sendiri kala mengingat anak keduanya..anak perempuannya yang bernama Hotmaida… anak perempuannya yang cantik…supel dan akhirnya dipinang oleh seorang pengusaha dan menetap di Jakarta mengikut suaminya dan sudah dikarunia dua anak laki-laki.
Dan anak ketiganya….anak lelakinya yang bernama Hotlan… anak lelakinya yang bertumbuh dewasa menjadi seorang pria yang tinggi, tegap…tampan..dan anak yang bercita-cita menjadi aparat Negara dan akhirnya diterima dan lulus seleksi AKABRI.
Sambil bersenandung kecil dia pun melanjutkan perjalanannya menaiki bukit kembali ke desanya..jam butut ditangannya sudah menunjukkan pukul enam sore.
Waktu menunjukkan pukul delapan malam, Nai Hotmian pun menggelar tikar pandan usang buatannya sendiri dan menyiapkan makan malamnya, makan malam yang hanya ditemani ikan asin dan daun ubi ditambah dengan sambal seadanya dan dia pun menyantap makanannya dengan lahap setelah terlebih dahulu berdoa mengucap syukur atas berkat dan mendoakan ketiga anaknya beserta cucu-cucunya.
Sementara itu di sebuah rumah mewah di daerah Riau, Hotmian dan istri dan anaknya sedang duduk santai menikmati acara televisi sambil bercanda ria dengan anaknya Cindy.
“Papa..papa..!!!, besok kita ke Dufan ya paa.., trus beliin Ndy boneka beruang yang gede ya papa, “ bujuk Cindy kepada ayahnya yang disambut ayahnya dengan senyuman sambil mencubit pipi anaknya pelan Hotmian berkata,” Iya sayang…besok papa beliin yahh…….sekarang Ndy cuci kaki dan gosok gigi trus bobo ya??,”Horeee…oke papa!!!,” sahut Cindy dengan riangnya sambil berlalu dari ruang tamu menuju kamarnya.
Sepeninggal Cindy anaknya, Hotmian pun berkata kepada istrinya Linda,” Ma…tau gak hari ini tanggal berapa??,” Iya tau donk pa…emank ada apa pap??,”sahut Linda sambil membaca majalah Femina kesukaannya..
“Ma….hari ini kan hari ulang tahun Ibu…apa mama udah kirim belum uang lima ratus ribu yang udah papa pesanin ke mama??,” tanya Hotmian.
“Pa…!!! ngapain sih pake ngirim-ngirim duit segala tiap mama ultah?? bukannya itu pemborosan?? Mending duit lima ratus ribu itu u aku pake tuk beli sepatu pa!! liat tuh sepatu mama dah jelek!!,” cecar Linda
“Apa katamu??? pemborosan?? hey…!!! ingat yah…aku tidak pernah perhitungan ama kamu dan keluargamu..dan kuharap kamu juga jangan sampai perhitungan ama keluargaku….,” hardik Hotmian pada istrinya yang langsung disambut dengan tangis oleh Linda istrinya.
“Papa kok kasar bangat ya sekarang ama mama??...dikit –dikit bentak – bentak mama.!! apa papa udah gak sayang lagi ama mama??,”sahut Linda sambil matanya berlinang airmata.
Melihat istrinya menangis, hati Hotmian pun langsung trenyuh dan berbalik memeluk istrinya sambil berkata,” Bukan begitu mama…papa bukannya gak sayang ama mama..!! cuma kesal aja kenapa mama habisin buat beli sepatu yang seharusnya buat Ibu?? tapi gak papalah…mama jangan nangis lagi…papa minta maaf ,”bujuk Hotmian sambil membelai kening istrinya.
Linda istrinya pun memeluk suaminya sambil tersenyum karena untuk kesekian kalinya sandiwaranya berhasil lagi.
**************
Sementara itu di sebuah kawasan perumahan elit di daerah Pondok Gede-Jakarta Selatan, sayup sayup terdengar suara musik mengalun yang ternyata berasal dari sebuah rumah yang diketahui rumah Hotmaida dan suaminya.
Sekumpulan ibu-ibu rumah tangga nampak sedang berkumpul dan saling membentuk kelompok-kelompok arisan.
“Ibu Carol,” Bu Maida??…mana nih pudingnya??
“Oh..itu bu di meja sebelah kiri…ambil sendiri aja yah…anggap aja rumah sendiri,”sahut Hotmaida yang disambut dengan anggukan kepala oleh Ibu Carol dan segera bergerak ke meja tersebut.
“Ibu – ibu sekalian…..selamat menikmati hidangannya yah….jangan takut kehabisan masih banyak lho di dapur,” kata Hotmaida yang disambut dengan semangat oleh ibu – ibu tersebut.
************************
13 Januari 2009
Hotmian, Hotmaida dan Hotlan masing – masing mendapat surat yang memberitahukan bahwa ibu mereka sakit keras dan meminta mereka agar pulang kampung.
“ Ma….!!ibu lagi sakit keras di kampung, besok malam kita berangkat agar besok sore sampai..tolong siapin koper ya..sehabis meeting aku segera ke rumah,”pesan Hotmian lewat telepon kepada istrinya.
Sore harinya kira – kira jam enam sore mereka pun tiba di desa mereka, dan mendapati ternyata adiknya Hotmaida dan suaminya sudah tiba duluan disana sedangkan si bungsu Hotlan tidak bisa datang karena sedang dalam pendidikan AKABRI di Magelang.
Dengan terburu-buru Hotmian pun berlari ke rumah ibunya dan mendapati ibunya sedang tergolek lemah di tempat tidurnya, kurus dan pucat.
“Mahua ho inong??,” tanya Hotmian kepada ibunya
Perlahan – lahan Nai Hotmian pun membuka matanya dan melihat anaknya Hotmian, dia pun tersenyum lemah dan berkata,”Oh amang naung rodo hamu?? didia parumaen dohot pahoppu ki??,” tanya Nai Hotmian sambil mencoba bangkit namun tenaganya tidak kuat untuk menopang tubuhnya.
“Ou inong…kami disini,” jawab Linda.
“Anakku si Hotlan didia??,” tanya Nai Hotmian.
“Dan boi inna ro ibana inong, alana lagi pendidikan dope di Magelang,” jawab Hotmaida
“Amang tahe….anakku i..siampudanki…sai anggiat ma dapot na niluluanna jumpang na jinalahanna,”sahut Nai Hotmian sedih memikirkan anak bungsunya tidak bisa memenuhi permintaannya.
“Anakku, boruku, hela nang parumaenku..adong do naeng sipasahatonku tu hamu,” kata Nai Hotmian.
“Aha mai inong??,”sahut mereka serempak sambil bertanya – tanya apa gerangan yang hendak dikatakan oleh ibunya.
“Huhilala dagingkon nga lam matua, jala huhilala on nama ra ujung ni ngolungku,”kata Nai Hotmian dengan suaranya yang semakin melemah.
“Inooooong!!!!……,unang songoni ho manghatai, porlu dope ho di hami, annon dung sehat ho huboan hami pe ho tu Jakarta mardalan-dalan asa hea jolo dibereng ho Monas dohot TMII dohot Ancol,” bujuk Hotmaida sambil menangis.
“Boruku….mauliate ma di burjumi, alai nga lam hassit huhilala sahit hon…, huhilala on nama tikkina, bege majolo au manghatai,” sahut Nai Hotmian.
Serempak mereka berempat pun mengambil posisi dan menatap ibunya.
“Adong do di kamarhu tolu poti-poti jala tiap poti i adong goarmuna be, pangidoanku dung marujung au haduan jala dung tu tano bukka hamu ma poti – poti i , huparbaga hian do nian dison si Hotlan, alai tung pe songoni pasahat hamu ma haduan atehe,” pesan Nai Hotmian kepada anak-anaknya.
“Inong……unang sai songoni ho!!!!sahut Hotmian emosi sambil tangannya mengguncang – guncang bahu ibunya.
“Ouuuu.. amang panggoaranku…sai gabe ma ho nang parumaenki parmudu-mudu pahoppuki ate amang? Didia pahompuki asa huhaol jolo ibana ,”sahut Nai Hotmian.
Hotmian pun menggendong Cindy dan memberikannya pada ibunya, Nai Hotmian pun memeluk dan mencium cucunya tersebut dari sudut matanya menetes air mata.
“Boruku…boru….?? ,” Nai Hotmian memanggil anak perempuannya Hotmaida
“Ouuu inong,” Hotmaida.
“Dia pahompukki…pajonok jot u lambunghon asa huhaol,” pintanya
Hotmaida pun membawa kedua anaknya ke sisi tempat tidur pembaringan Nai Hotmian dan bergantian Nai Hotmian pun memeluk dan mencium kedua cucunya tersebut.
“Nungnga be amang , nungnga be boru …..nga sombu be siholhu ,” kata Ni Hotmian.
“Oh Tuhan Debata….pardenggan basa na sumurung si tompa portibi…... Debata ni saluhut na di portibion….hupasahat ma daging dohot tondikku tu adopanMu….jalo ma au Tuhan dibagasan Tuhan Jesus Kristus….amen , “ selesai memanjatkan doanya Nai Hotmian pun terdiam dan tidak bergerak lagi.
“Inoooooonnnnnnggggggg!!!!!!!!!!....…………inooonnng??????,”teriak mereka histeris mendapati ibunya telah pergi untuk selama-lamanya.
Hotmaida pun pingsan.
************************
Seminggu kemudian
Setelah acara penguburan Nai Hotmian, Hotmian dan bersama dengan ketiga orang lainya berkumpul d ruang depan rumah, dihadapan mereka terletak tiga peti dan diatas peti tersebut tertulis nama mereka masing-masing.
Dengan hati was-was karena penasaran Hotmian didampingi istrinya dan Hotmaida beserta suaminya pun membuka peti yang bertuliskan namanya tersebut, dan ternyata di dalam peti tersebut terdapat sebuah Ulos Batak.
Dengan perlahan-lahan Hotmian pun mengambil ulos tersebut dan ternyata di dalam ulos tersebut terselip sebuah kaset.
“Kaset apa ini gerangan???,”dengan penasaran Hotmian pun mengambil tape dan memasukkan kaset tersebut dan memencet tombol play.
Setelah menunggu sekian detik lamanya…… terdengarlah alunan lagu Batak
“Hamu anakkon hu, tampukni pusu-pusuki
Pasabarma amang, pasabarma boru
Laho pature-ture au.
Nungnga matua au jala sitogu togu on i
sulangon mangan ahu, Siparidion au
alani parsahitokki.
Somarlapatan marende, margondang, marembas hamu
Molo dung mate au.
Somarlapatan nauli, na denggan, patupaon mu
Molo dung mate au.
Uju di ngolukkon ma nian
Tupa ma bahen akka nadenggan
Asa tarida sasude
Holong ni rohami, namarnatua-tua i “.
“Inongg…………………..!!! inong hasiankuu…..amang hassit nai inong….inongku….mangido sala ma au di sasude pangalahongki….aut boi manian mulak mangolu ho inong….,” teriak Hotmian sambil matanya berlinang air mata menyesali semua perbuatannya yang tidak pernah membahagiakan ibunya semasa hidupnya sampai akhirnya ibunya meninggal.
Hotmaida pun langsung pingsan begitu mendengar lagu tersebut.
Namun apalah daya….nasi sudah menjadi bubur. Sesal tiada guna Sang ibu sudah tiada, pergi untuk selama-lamanya.
*******************
23 Januari 2009
Hotlan menangis histeris setelah mendapat kabar dari abangnya Hotmian bahwa ibu mereka telah tiada, mengutuk dirinya yang tidak pernah sekalipun berniat mengirim surat atau menelepon ibunya semasa hidupnya.
“Terbayang dulu ibunya semasa mereka masih kecil-kecil ibunya dengan sabar membesarkan mereka dan bangun pagi-pagi subuh untuk memasak sarapan buat mereka.“
“Teringat dulu ibunya bekerja tanpa lelah untuk menghidupi mereka setelah kepergian Ayahnya .”
Terbayang di benaknya betapa bahagianya ibunya dan dengan mata berbinar-binar ketika mendapat kabar bahwa dia lulus seleksi AKABRI. Sayup-sayup terdengar lagu Di Doa Ibuku Namaku Disebut, semakin menambah hancurnya hatinya.
Karya: Pangeran Bismark Pardosi
0 komentar:
Post a Comment