Johnni Adventus Hutapea adalah salah seorang dari 10 orang Batak yang lolos ke DPRD DKI Jakarta 2014-2019. Ia lolos bersama enam caleg lainnya dari PDIP. Sedangkan sisanya, dua dari NasDem dan satu dari Hanura. Namun, yang paling menarik dari Johnni adalah kesuksesannya meraih kursi DPRD dengan modal sangat minim. Inilah kisah “tak masuk akal” Johnni Hutapea.
Johnni Adventus Hutapea adalah caleg bernomor urut 7 dari Dapil DKI Jakarta IV meliputi Cakung, Pulogadung, dan Matraman. Meski bernomor urut jauh, ia ternyata mampu mengumpulkan suara hingga 60 ribu. Berapa modal uang yang dia keluarkan? Hanya Rp 60 juta. Jumlah yang sangat sedikit bila dikaitkan dengan kenyataan maraknya politik uang di musim pemilu. Lantas, bagaimana cara Johnni menarik simpati masyarakat hingga mau mencoblos dia? “Saya hanya rajin menghadiri kebaktian-kebaktian gereja seperti kebaktian wijk di lingkungan tempat tinggalnya. Dan itu sudah berlangsung setahun sebelum pemilu,” katanya.
Paling menariknya, Johnni melakukan ‘blusukan’ rutinnya tanpa beban. “Yah kalau nasif memang tidak beruntung, saya harus mandasor lagi. (Mulai hidup dari awal lagi,” kata pria yang masih melajang, kelahiran 30, November tahun 1969 ini.
Yang pasti, dia sangat yakin, bila memang sudah Tuhan menghendaki, tidak akan ada yang mustahil. Melalui keyakinan itulah serta motto Ora et Laboralah dia mampu merebut kursi di DPRD DKI Jakarta. “Saya sangat sadar, sakku dang hapal (kantong tidak tebal), jadi motto inilah yang saya aplikasikan dalam merebut kursi di legeslatif,” katanya.
Apa yang dikatakannya memang tidak mengada-ada. Sebagai contoh, karena minimnya uang yang dimikinya, untuk persiapan sosialisasi seperti kartu nama yang dibagikan kepada calon pemilih, kadang-kadang adalah fotocopy yang sering ditertawakan oleh masyarakat.
“Namun hal itu tidak membuat saya berkecil hati dan malah justru sebaliknya sangat membuat hati saya miris ketika ada yang meledek, ’jangan majulah kalau memang tidak punya uang’. Ternyata masyarakat memang sudah kehilangan kepercayaan kepada Pencipta dan segalanya diukur dengan uang. Inilah yang akan saya buktikan kepada semua masyarakat yang menjadi pergumulan iman kepada saya ,” tegasnya.
Apapun kata masyarakat yang dijumpainya yang pada umumnya membuat hatinya miris, dengan tabah didengarkannya dan kemudian diberikan penjelasan bahwa pos ni roha (keyakinan teguh)dan melalui doa serta bekerja dengan tekun, akan memberikan hasil yang terbaik.
Justru dengan segala sesuatu yang diukur dengan materi yang merasuki masyarakat termasuk masyarakat gereja yang dikunjunginya semakin membuat dia bergumul bahwa apa yang dihadapi masyarakat sekarang harus dilayani dan diberi keyakinan apa yang harus dikerjakan.
Yang pasti dialaminya, kadang-kadang karena minimnya pendanaan, selain sering naik angkot mensosialisasikan partai dan dirinya kepada masyarakat, balho yang ada juga kadang-kadang dipindah dari daearah yang satu ke daerah yang lainnya.
Namun kerja keras dan dengan prinsip Ora Et Labora yang terus dilakukannya hampir selama setahun membuahkan hasil dan bisa menjawab bahwa tidak selamanya dengan modal utama adalah uang. “Memang inilah modal saya, sebab tidak akan mungkin saya berjanji memberikan uang,” katanya.
Johnni Adventus Hutapea adalah caleg bernomor urut 7 dari Dapil DKI Jakarta IV meliputi Cakung, Pulogadung, dan Matraman. Meski bernomor urut jauh, ia ternyata mampu mengumpulkan suara hingga 60 ribu. Berapa modal uang yang dia keluarkan? Hanya Rp 60 juta. Jumlah yang sangat sedikit bila dikaitkan dengan kenyataan maraknya politik uang di musim pemilu. Lantas, bagaimana cara Johnni menarik simpati masyarakat hingga mau mencoblos dia? “Saya hanya rajin menghadiri kebaktian-kebaktian gereja seperti kebaktian wijk di lingkungan tempat tinggalnya. Dan itu sudah berlangsung setahun sebelum pemilu,” katanya.
Paling menariknya, Johnni melakukan ‘blusukan’ rutinnya tanpa beban. “Yah kalau nasif memang tidak beruntung, saya harus mandasor lagi. (Mulai hidup dari awal lagi,” kata pria yang masih melajang, kelahiran 30, November tahun 1969 ini.
Yang pasti, dia sangat yakin, bila memang sudah Tuhan menghendaki, tidak akan ada yang mustahil. Melalui keyakinan itulah serta motto Ora et Laboralah dia mampu merebut kursi di DPRD DKI Jakarta. “Saya sangat sadar, sakku dang hapal (kantong tidak tebal), jadi motto inilah yang saya aplikasikan dalam merebut kursi di legeslatif,” katanya.
Apa yang dikatakannya memang tidak mengada-ada. Sebagai contoh, karena minimnya uang yang dimikinya, untuk persiapan sosialisasi seperti kartu nama yang dibagikan kepada calon pemilih, kadang-kadang adalah fotocopy yang sering ditertawakan oleh masyarakat.
“Namun hal itu tidak membuat saya berkecil hati dan malah justru sebaliknya sangat membuat hati saya miris ketika ada yang meledek, ’jangan majulah kalau memang tidak punya uang’. Ternyata masyarakat memang sudah kehilangan kepercayaan kepada Pencipta dan segalanya diukur dengan uang. Inilah yang akan saya buktikan kepada semua masyarakat yang menjadi pergumulan iman kepada saya ,” tegasnya.
Apapun kata masyarakat yang dijumpainya yang pada umumnya membuat hatinya miris, dengan tabah didengarkannya dan kemudian diberikan penjelasan bahwa pos ni roha (keyakinan teguh)dan melalui doa serta bekerja dengan tekun, akan memberikan hasil yang terbaik.
Justru dengan segala sesuatu yang diukur dengan materi yang merasuki masyarakat termasuk masyarakat gereja yang dikunjunginya semakin membuat dia bergumul bahwa apa yang dihadapi masyarakat sekarang harus dilayani dan diberi keyakinan apa yang harus dikerjakan.
Yang pasti dialaminya, kadang-kadang karena minimnya pendanaan, selain sering naik angkot mensosialisasikan partai dan dirinya kepada masyarakat, balho yang ada juga kadang-kadang dipindah dari daearah yang satu ke daerah yang lainnya.
Namun kerja keras dan dengan prinsip Ora Et Labora yang terus dilakukannya hampir selama setahun membuahkan hasil dan bisa menjawab bahwa tidak selamanya dengan modal utama adalah uang. “Memang inilah modal saya, sebab tidak akan mungkin saya berjanji memberikan uang,” katanya.
0 komentar:
Post a Comment