TABLOID GABE - Penyadapan terhadap Presiden RI cukup terjadi pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jangan sampai Presiden Joko Widodo mengalami hal yang sama. Itu artinya, fungsi intelijen yang selama ini lemah butuh segera dibenahi.
Demikian disampaikan anggota Komite Rakyat Untuk Keselamatan Bangsa (Korsab) Tom Pasaribu kepada wartawan di bilangan Cikini, Jakarta, Selasa (23/6).
"Saat ini peran dan gungsi intelijen sangat dibutuhkan guna mendeteksi penyadapan atau ancaman cyber yang mengancam kedaulatan bangsa," kata Tom.
Saat ini, katanya, perang akan penguasaan sektor-sektor ekonomi, energi dan pangan oleh negara besar terhadap Indonesia kian mengkhawatirkan. Perang proxy (proxy war) menjadi ancaman nyata yang butuh lembaga intelijen yang kuat untuk mengatasinya. Belum lagi bicara ancaman laten separatisme dan terorisme yang tidak bisa dianggap sepele.
Atas dasar itu, Korsab menegaskan agar publik dan semua pemangku kepentingan berhenti membuat politisasi kasus 27 Juli 1996 terhadap calon tunggal kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso.
"Kita fokus ancaman-ancaman penyadapan, terorisme, atau separatisme. Tak perlu lagi bicara kasus 27 Juli yang pembuktian hukum pelanggaran HAM-nya pun tidak ada. Buktinya Ketum PDIP Megawati pun mendukung Sutiyoso," kata Tom.
Korsab pun menyatakan dukungannya atas pilihan presiden Jokowi yang menujuk Sutiyoso sebagai kepala BIN. Selain itu pihaknya juga mendesak komisi I DPR RI untuk segera menyetujui Sutiyoso sebagai kepala BIN.
"Kita yakin dengan segudang pengalaman yang dimiliki Sutiyoso bisa membenahi kelemahan-kelemahan di bidang intelijen Indonesia. Makanya kami minta agar Sutiyoso nanti fokus pada ancaman kedaulatan bangsa dari anasir luar. Kita juga minta presiden lakukan modernisasi intelijen negara," demikian Tom.
Demikian disampaikan anggota Komite Rakyat Untuk Keselamatan Bangsa (Korsab) Tom Pasaribu kepada wartawan di bilangan Cikini, Jakarta, Selasa (23/6).
"Saat ini peran dan gungsi intelijen sangat dibutuhkan guna mendeteksi penyadapan atau ancaman cyber yang mengancam kedaulatan bangsa," kata Tom.
Saat ini, katanya, perang akan penguasaan sektor-sektor ekonomi, energi dan pangan oleh negara besar terhadap Indonesia kian mengkhawatirkan. Perang proxy (proxy war) menjadi ancaman nyata yang butuh lembaga intelijen yang kuat untuk mengatasinya. Belum lagi bicara ancaman laten separatisme dan terorisme yang tidak bisa dianggap sepele.
Atas dasar itu, Korsab menegaskan agar publik dan semua pemangku kepentingan berhenti membuat politisasi kasus 27 Juli 1996 terhadap calon tunggal kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso.
"Kita fokus ancaman-ancaman penyadapan, terorisme, atau separatisme. Tak perlu lagi bicara kasus 27 Juli yang pembuktian hukum pelanggaran HAM-nya pun tidak ada. Buktinya Ketum PDIP Megawati pun mendukung Sutiyoso," kata Tom.
Korsab pun menyatakan dukungannya atas pilihan presiden Jokowi yang menujuk Sutiyoso sebagai kepala BIN. Selain itu pihaknya juga mendesak komisi I DPR RI untuk segera menyetujui Sutiyoso sebagai kepala BIN.
"Kita yakin dengan segudang pengalaman yang dimiliki Sutiyoso bisa membenahi kelemahan-kelemahan di bidang intelijen Indonesia. Makanya kami minta agar Sutiyoso nanti fokus pada ancaman kedaulatan bangsa dari anasir luar. Kita juga minta presiden lakukan modernisasi intelijen negara," demikian Tom.
0 komentar:
Post a Comment