Dunia perfilman Batak mulai menggeliat. Terbaru, film bertajuk Amanghu Mardua Holong (Ayahku Dua Kasih) dinyatakan lulus sensor, Kamis (5/6/2014). Sang sutradara, Ponti Gea adalah aktor di balik produksi film bergenre drama romantis untuk anak muda tersebut.
Amanghu Mardua Holong adalah film kesekian yang dikerjakan Ponti Gea. Pria berdarah Nias ini adalah jebolan sekolah sutradara dari Italia. “Aku memang asli berdarah dan asal Nias tapi masa remajaku dihabiskan di Sibolga dan punya keluarga baru dari Tapanuli, tepatnya Batak Toba,” ujar pria yang tiga tahun beroleh beasiswa pembuatan film di negeri pizza tersebut.
Ponti Gea sebelumnya tercatat sebagai sutradara pertama yang membuat film Batak Toba berjudul Anak Sasada, dengan teks Indonesia dengan merekrut pemain film para sejarawan. Mengibarkan bendera Constellazione (CZ) Entertaintment, pria yang hanya menamatkan pendidikan SD di Indonesia itu pun menggarap sejumlah film Nias. Film-film tersebut menjadi kebangkitan dunia sinema Nias.
Sama halnya tatkala menggarap Anak Sasada, film Amanghu Mardua Holong digarap modern tapi tetap dengan pendekatan etnik. “Sia-sia menggarap dan di labeli film etnik jika tidak mengetengahkan budaya. Agar anak muda sekarang mengenal sedikit demi sedikit adat-istiadat leluhurnya. Tetapi, jujur saya katakan, penggarapan tidak dapat mengadopsi kebudayaan tersebut secara utuh karena dapat dijauhi penonton muda.” IP
Amanghu Mardua Holong adalah film kesekian yang dikerjakan Ponti Gea. Pria berdarah Nias ini adalah jebolan sekolah sutradara dari Italia. “Aku memang asli berdarah dan asal Nias tapi masa remajaku dihabiskan di Sibolga dan punya keluarga baru dari Tapanuli, tepatnya Batak Toba,” ujar pria yang tiga tahun beroleh beasiswa pembuatan film di negeri pizza tersebut.
Ponti Gea sebelumnya tercatat sebagai sutradara pertama yang membuat film Batak Toba berjudul Anak Sasada, dengan teks Indonesia dengan merekrut pemain film para sejarawan. Mengibarkan bendera Constellazione (CZ) Entertaintment, pria yang hanya menamatkan pendidikan SD di Indonesia itu pun menggarap sejumlah film Nias. Film-film tersebut menjadi kebangkitan dunia sinema Nias.
Sama halnya tatkala menggarap Anak Sasada, film Amanghu Mardua Holong digarap modern tapi tetap dengan pendekatan etnik. “Sia-sia menggarap dan di labeli film etnik jika tidak mengetengahkan budaya. Agar anak muda sekarang mengenal sedikit demi sedikit adat-istiadat leluhurnya. Tetapi, jujur saya katakan, penggarapan tidak dapat mengadopsi kebudayaan tersebut secara utuh karena dapat dijauhi penonton muda.” IP
Upload ke youtube donk filmnya.
ReplyDeleteUpload ke youtube donk filmnya
ReplyDelete