Rosianna Silalahi, Pemimpin Redaksi Kompas TV

TABLOID GABE - Rosianna Silalahi, demikian bungsu dari lima bersaudara ini kerap memperkenalkan dirinya saat tampil di layar televisi. Wanita kelahiran Pangkal Pinang, Bangka Belitung, 26 September 1972 ini adalah putri pasangan L.M. Silalahi (alm) dan Ida Hutapea. Ia berkecimpung di dunia jurnalistik sejak duduk di bangku SMA. Ketika itu, Rosi aktif menggeluti kegiatan majalah dinding dan majalah sekolah, Serviant. Sempat jarang tampil di layar kaca, panggilan untuk terjun kembali ke media televisi rupanya belum bisa dilepaskan Rosi. Sejak September 2014, Rosi pun didapuk sebagai Pemimpin Redaksi di Kompas TV.

Setelah lulus SMA, wanita bernama lengkap Rosianna Magdalena Silalahi ini kemudian mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru perguruan tinggi negeri. Sayangnya, Rosi gagal masuk Jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Indonesia. Namun, cita-citanya untuk bekerja di media tak pernah pupus, meskipun ia harus melanjutkan pendidikannya di Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Sastra di Universitas Indonesia.

Setelah lulus kuliah, Rosi bekerja di perusahaan periklanan selama beberapa bulan baru kemudian Rosi bekerja sebagai reporter di stasiun televisi pemerintah, TVRI. Di sinilah, istri Dino Gregory Izaak tersebut memulai awal kariernya di bidang jurnalistik. Tahun 1999, kesempatan emas seolah menghampiri. Ia diterima sebagai reporter Liputan 6 SCTV. Setahun kemudian, ia mulai tampil di belakang meja siar sebagai pembaca berita, meski tugas sebagai reporter tetap dilakoninya.

Karier Rosi kian melejit. Ia terpilih sebagai salah satu dari enam jurnalis televisi se-Asia yang mendapat kesempatan untuk mewawancarai Presiden Amerika Serikat, George W. Bush di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat secara eksklusif pada tahun 2003. Tahun 2004, Rosi meraih gelar Pembawa Acara Talk Show dan Pembawa Acara Berita Terfavorit versi Panasonic Award.

Ia juga menyabet penghargaan Indonesia Journalist Board 2004 setelah memproduksi Program 'Kotak Suara', yang membahas seputar politik uang ketika pemilu 2004. Prestasi demi prestasi diraih sosok wanita yang kuat dan tangguh ini. Pada November 2005, wanita yang mengakhiri masa lajangnya di Gereja Katedral, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat pada tanggal 30 Juli 2005 ini dipercayai untuk menjadi Pemimpin Redaksi Liputan 6 SCTV. Selain itu, penghargaan sebagai Presenter Berita Terfavorit (Current Affairs) dalam ajang Panasonic Award juga diraih wanita berambut pendek ini di tahun 2005 dan 2007.

Selama berkarier dalam dunia jurnalistik televisi, sederet narasumber ternama pun pernah berhadapan langsung dengan Rosi. “Saya tidak pernah menduga bisa mewawancarai dua presiden Amerika sekaligus. Tapi, menurut saya wawancara yang berharga tidak melulu mewawancarai kepala negara. Buat saya, wawancara yang juga menambah pengalaman spiritual saya adalah ketika mewawancarai, misalnya korban-korban pelanggaran HAM. Setiap wawancara memiliki kesan yang berbeda buat saya,” Rosi bercerita.

Metode yang digunakan Rosi untuk mencari data narasumbernya juga bukan dari Google ataupun Yahoo. “Percuma saja, sudah terekspos, jadi kurang menggigit.” Karena itu, selama paling tidak dua minggu, Rosi bersama timnya, melakukan investigasi terhadap orang-orang terdekat si narasumber agar mendapatkan berbagai informasi yang menarik.

"Kata bijak yang selalu kami ikuti, lakukan yang kita bisa di mana pun berada, dengan apa yang dimiliki. Dari dulu saya lebih senang dihormati bukan karena posisi, jabatan, atau sesuatu yang melekat secara harafiah di diri saya. Tapi karena apa yang saya miliki. Itu lebih memanusiakan saya," Rosi menjelaskan dengan menggebu-gebu.

Sebagai wartawan senior, Rosi sudah merasakan bekerja dalam dua era kemerdekaan pemberitaan yang berbeda. Rosi pun mengaku bahwa terdapat perbedaan besar di dunia media saat kini dan pada lalu ketika ia baru merintis karir di dunia jurnalistik. “jurnalis itu harus tahan banting, mau gak mau harus gelisah. Dan itulah tantangan dan tempahan luar biasa yang akan didapat..”

Usai memutuskan pensiun dari dunia jurnalistik televisi, merasa punya kemampuan lebih, dan didukung teman-teman senasib, Rosi memberanikan diri membangun sebuah rumah produksi sendiri. Padahal, diakui Rosi, sejumlah TV juga menawarinya pekerjaan dengan iming-iming gaji tinggi. Meskipun begitu, bersama kedua rekannya sesama alumni SCTV, Bayu Sutiono dan Gunawan, Rosi mengelola rumah produksinya diberi nama, RoSi Inc.

RoSi Inc. awalnya adalah production house yang memproduksi program-program TV, salah satunya adalah program TV, Rossy. Ternyata setelah berjalan selama satu tahun, permintaan bertambah, usaha pun berkembang hingga saat ini RoSi Inc. juga memberikan pelatihan public speaking kepada corporate dan private. Kemudian berkembang lagi menjadi sebuah Public Relations Agency.

Bagi Rosi, media diharapkan memberikan kontribusi dengan memaparkan rekam jejak sejarah di balik sebuah peristiwa. Media memiliki kewajiban untuk menjadi pengingat tentang peristiwa yang pernah terjadi, apa yang sedang terjadi, dan tren kecenderungan apa yang akan terjadi. Karena itu, media dituntut memiliki keahlian yang lebih memadai untuk menjalankan fungsi tersebut. “Wartawan bukan sekadar juru rekam, tapi wartawan adalah pembingkai sejarah".
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment