Perusahaan bus dalam kota Jakarta, Metro Mini memenangkan gugatan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) di Mahkamah Konstitusi (MK). Metro Mini menggugat pasal 86 ayat 7 dan 9 tentang batas waktu penetapan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata ketua majelis hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (9/10/2014).
Kasus ini bermula, ketika terjadi kisruh internal di PT Metro Mini. Alhasil, perusahaan bus tersebut menggelar RUPS untuk mengganti kepengurusan. RUPS pun dilaksanakan oleh para pemegang saham Metro Mini hingga 2 kali. Tetapi hasil RUPS itu tidak menghasilkan kuorum (kesepakatan).
Lantas, Metro Mini mengadakan RUPS ketiga dan berbuah kesepakatan. Sebagaimana mestinya, hasil RUPS haruslah disahkan pengadilan negeri lalu didaftarkan ke Kemenkum HAM. Namun sayang, hasil RUPS itu tidak diterima Kemenkum HAM karena terbentur pasal 86 ayat 7 dan 9 yang menyatakan batas waktu penetapan RUPS haruslah 21 hari dari pelaksanaan RUPS.
Penetapan RUPS sendiri tidak bisa dilakukan selama 21 hari karena harus menunggu putusan pengadilan yang bisa lebih dari 21 hari. Atas dasar itulah, Kemenkum HAM tidak bisa mensahkan RUPS PT Metro Mini. Karena tidak bisa disahkan, PT Metro Mini, melalui dirutnya, Novriyaldi, menggugat UU PT.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan gugatan para pemohon telah sah sesuai hukum. Majelis berpendapat pengesahan RUPS bisa dilakukan oleh Kemenkum HAM paling lambat 21 hari setelah ada penetapan dari pengadilan negeri. Alasannya, proses penetapan di pengadilan negeri butuh waktu panjang.
"Oleh karena itu, untuk menjamin kepastian hukum yang adil, Mahkamah perlu menentukan jangka waktu yang wajar dan patut dalam hal pelaksanaan RUPS dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan," ujar Hamdan.
Dengan adanya putusan MK ini, maka Metro Mini kini bisa mendaftarkan penetapan RUPS-nya ke Kemenkum HAM.
"Hasil RUPS tentang pergantian pengurus dan anggaran dasar kini sudah bisa di Kemenkum HAM," ujar Dirut Metro Mini, Novriyaldi, usai sidang.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata ketua majelis hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (9/10/2014).
Kasus ini bermula, ketika terjadi kisruh internal di PT Metro Mini. Alhasil, perusahaan bus tersebut menggelar RUPS untuk mengganti kepengurusan. RUPS pun dilaksanakan oleh para pemegang saham Metro Mini hingga 2 kali. Tetapi hasil RUPS itu tidak menghasilkan kuorum (kesepakatan).
Lantas, Metro Mini mengadakan RUPS ketiga dan berbuah kesepakatan. Sebagaimana mestinya, hasil RUPS haruslah disahkan pengadilan negeri lalu didaftarkan ke Kemenkum HAM. Namun sayang, hasil RUPS itu tidak diterima Kemenkum HAM karena terbentur pasal 86 ayat 7 dan 9 yang menyatakan batas waktu penetapan RUPS haruslah 21 hari dari pelaksanaan RUPS.
Penetapan RUPS sendiri tidak bisa dilakukan selama 21 hari karena harus menunggu putusan pengadilan yang bisa lebih dari 21 hari. Atas dasar itulah, Kemenkum HAM tidak bisa mensahkan RUPS PT Metro Mini. Karena tidak bisa disahkan, PT Metro Mini, melalui dirutnya, Novriyaldi, menggugat UU PT.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan gugatan para pemohon telah sah sesuai hukum. Majelis berpendapat pengesahan RUPS bisa dilakukan oleh Kemenkum HAM paling lambat 21 hari setelah ada penetapan dari pengadilan negeri. Alasannya, proses penetapan di pengadilan negeri butuh waktu panjang.
"Oleh karena itu, untuk menjamin kepastian hukum yang adil, Mahkamah perlu menentukan jangka waktu yang wajar dan patut dalam hal pelaksanaan RUPS dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan," ujar Hamdan.
Dengan adanya putusan MK ini, maka Metro Mini kini bisa mendaftarkan penetapan RUPS-nya ke Kemenkum HAM.
"Hasil RUPS tentang pergantian pengurus dan anggaran dasar kini sudah bisa di Kemenkum HAM," ujar Dirut Metro Mini, Novriyaldi, usai sidang.
0 komentar:
Post a Comment