Bupati Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang menduga terdapat unsur politis dalam penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan penyuapan kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah. Unsur politis yang dimaksudnya berkaitan dengan posisi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang pernah menjadi kuasa hukum salah satu kandidat Pilkada Tapanuli Tengah, Dina Riana Samosir, saat bersengketa di MK. Bonaran menjelaskan saat itu dirinya yang memenangi sengketa tersebut.
"Bambang Widjojanto sekarang jadi komisioner KPK, waktu di MK dibilang Bonaran harus didiskualifikasi. Ini kan semut lawan gajah, saya semutnya dia gajahnya, ini enggak bener. Terus dalam kasus suap saya selalu dikatakan katanya, katanya, katanya, di Tapteng itu namanya nina tu nina. Nina tu nina itu katanya, katanya, katanya. enggak pernah saya terbukti gitu loh," ujar Bonaran di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (6/10/2014).
Menurut Bonaran, selama pemeriksaan hari ini, penyidik KPK belum mengkonfirmasikan dugaan penyuapan kepada Akil yang disangkakan kepadanya terkait sengketa Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah.
"Saya hanya ditanya prosedur Pilkada Tapanuli Tengah. Kan terhadap Akil Mochtar saya belum pernah ditanya. Saya tanya apa salah saya?" ungkapnya.
Menurut Bonaran, dirinya tidak pernah memberikan apapun kepada Akil Mochtar. Sehingga Bonaran binggung mengapa sekarang dirinya ditahan.
"Saya tidak kenal dengan Akil Mochtar, saya tidak pernah menyuap Akil Mochtar, saya sudah tunjukkan rekening saya ke teman-teman tadi. Saya tidak pernah kasih apa-apa. Itu belum ditanyakan KPK. Kenapa saya ditahan ?" tandasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang (RBS) sebagai tersangka kasus dugaan penyuapan terhadap Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan penetapan RBS sebagai tersangka yakni setelah dilakukannya gelar perkara, penyidik menemukan dua alat bukti.
"Bonaran disangka melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Johan.
Dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Akil terbukti menerima suap terkait dengan Pilkada Tapanuli Tengah sebesar Rp1,8 miliar.
Diduga, uang yang berasal dari Bonaran itu disetorkan ke rekening perusahaan istrinya, CV Ratu Samagat, dengan slip setoran ditulis "angkutan batu bara". Pemberian uang diduga untuk mengamankan posisi Bonaran yang digugat di MK setelah dinyatakan menang oleh KPUD Tapanuli Tengah.
"Bambang Widjojanto sekarang jadi komisioner KPK, waktu di MK dibilang Bonaran harus didiskualifikasi. Ini kan semut lawan gajah, saya semutnya dia gajahnya, ini enggak bener. Terus dalam kasus suap saya selalu dikatakan katanya, katanya, katanya, di Tapteng itu namanya nina tu nina. Nina tu nina itu katanya, katanya, katanya. enggak pernah saya terbukti gitu loh," ujar Bonaran di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Senin (6/10/2014).
Menurut Bonaran, selama pemeriksaan hari ini, penyidik KPK belum mengkonfirmasikan dugaan penyuapan kepada Akil yang disangkakan kepadanya terkait sengketa Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah.
"Saya hanya ditanya prosedur Pilkada Tapanuli Tengah. Kan terhadap Akil Mochtar saya belum pernah ditanya. Saya tanya apa salah saya?" ungkapnya.
Menurut Bonaran, dirinya tidak pernah memberikan apapun kepada Akil Mochtar. Sehingga Bonaran binggung mengapa sekarang dirinya ditahan.
"Saya tidak kenal dengan Akil Mochtar, saya tidak pernah menyuap Akil Mochtar, saya sudah tunjukkan rekening saya ke teman-teman tadi. Saya tidak pernah kasih apa-apa. Itu belum ditanyakan KPK. Kenapa saya ditahan ?" tandasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang (RBS) sebagai tersangka kasus dugaan penyuapan terhadap Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan penetapan RBS sebagai tersangka yakni setelah dilakukannya gelar perkara, penyidik menemukan dua alat bukti.
"Bonaran disangka melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Johan.
Dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Akil terbukti menerima suap terkait dengan Pilkada Tapanuli Tengah sebesar Rp1,8 miliar.
Diduga, uang yang berasal dari Bonaran itu disetorkan ke rekening perusahaan istrinya, CV Ratu Samagat, dengan slip setoran ditulis "angkutan batu bara". Pemberian uang diduga untuk mengamankan posisi Bonaran yang digugat di MK setelah dinyatakan menang oleh KPUD Tapanuli Tengah.
0 komentar:
Post a Comment