TABLOID GABE - Tensi politik lokal kembali menggeliat usai pengesahan UU No 1 Tahun 2015 tentang Pilkada yang baru saja disahkan DPR. Ini sekaligus mengembalikan hak rakyat yang sempat terpasung oleh UU Pilkada yang sebelumnya mengamanatkan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Hanya dalam hitungan pekan setelah UU Pilkada hasil revisi disahkan, sejumlah bakal calon kepala daerah kembali muncul ke permukaan. Salah satunya, Monang Sitorus yang telah siap bertarung kembali pada Pilkada Kabupaten Tobasa, Sumut, Desember 2015 nanti.
Monang sejatinya bukanlah pendatang baru di dunia politik Tobasa. Selama 2005 hingga 2010, Monang tercatat sebagai orang nomor satu di Tobasa. Dia turun tahta selama lima tahun usai dikalahkan Kasmin Simanjuntak yang sukses menggantikan posisinya pada Pilkada 2010. Monang, seorang mantan birokrat asal Jakarta, banyak diagungkan semasa ia menjabat. Pembangunan Tobasa di tangannya dirasakan cukup mengesankan. Lihat saja, Monang bahkan diberi gelar "Bupati Jagung" menyusul perhatiannya yang tinggi terhadap perkebunan jagung. Dia banyak berperan atas pembukaan ribuan hektar lahan tidur di wilayah Tobasa. Misalnya, pembukaan 600 hektar lahan jagung di Natumikka, Kecamatan Habinsaran. Disusul pembukaan lahan perkebunan seluas 800 hektar di Lintong, Kecamatan Borbor untuk ditanami ubi singkong sebagai bahan baku tepung tapioka.
Di bidang kesehatan, Monang tercatat banyak melakukan terobosan. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di eranya banyak mendapat pujian lantaran kemudahan akses masyarakat khususnya golongan kurang mampu untuk memperoleh layanan kesehatan. Terpenting lagi, mutasi dan promosi PNS di masa Monang relatif aman dari isu-isu tidak sedap. Alhasil, para abdi negara bisa lebih leluasa menjalankan tugasnya tanpa harus was-was terhadap isu pelengseran. Catatan positif Monang tersebut pada dasarnya sesuai dengan visi Monang yang ingin membawa Tobasa menjadi masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera (TOBA MAS).
Pertanyaannya, apakah dukungan bagi Monang masih akan mengalir seperti 2005 silam? Yang jelas, sejumlah tokoh pelan-pelan menunjukkan keinginannya untuk mendorong Monang kembali memimpin Tobasa. Sebut saja, pengusaha asal Laguboti, St Harangan Wilmar Hutahaean yang dikabarkan akan menduetkan anaknya Simon Hutahaean dengan Monang Sitorus. Sebagai pengusaha yang banyak bersentuhan dengan politik, Harangan yang pemilik PT Hutahaean tentu saja memiliki pertimbangan yang matang. Dengan kata lain, Simon merupakan representasi Harangan apabila kelak terpilih sebagai orang nomor dua di Tobasa.
Dukungan Harangan ini juga dibenarkan Monang. "Mohon doanya, saya akan berpaket dengan Simon Hutahaean. Semoga semuanya lancar," demikian bunyi pesan singkat Monang kepada GLOBAL POS-POS, belum lama ini. Walau masih terdengar sayup-sayup, pencalonan Monang-Simon ternyata juga sudah sampai ke pelosok Tobasa. Bahkan, menurut Victor Pane, mantan anggota DPRD Tobasa yang bermukim di Habinsaran, dukungan masyarakat bawah di Tobasa kepada Monang-Simon kini semakin mengerucut. Alasannya sederhana, "pembangunan semasa Monang sangat dirasakan masyarakat. Figur Monang masih sangat dibutuhkan di Tobasa," ujar Victor Pane kepada GLOBAL POS- POS, beberapa waktu lalu.
Peluang Monang-Simon memang tidak mudah. Meyakinkan pilihan rakyat bukanlah perkara gampang. Apalagi, calon pesaing mereka tidak bisa dipandang sebelah mata. Sederet nama beken juga telah menyatakan kesiapannya merebut tahta bupati dan wakil bupati. Sebut saja, Poltak Sitorus pengusaha asal Bandung, Jawa Barat, dalam beberapa waktu belakangan cukup intens melakukan sosialisasi. Kemudian, Darwin Siagian, seorang birokrat asal Papua bahkan jauh-jauh hari telah memulai sosialisasi ke kantong-kantong suara di Tobasa. Belum lagi Jainur Manurung, juga seorang birokrat yang namanya banyak diperbincangkan di tengah masyarakat. Belum lagi nama lainnya yang mungkin saja akan tampil di ronde-ronde terakhir.
Tantangan berikutnya adalah kendaraan politik yang agaknya cukup merepotkan semua calon. Pasalnya, berdasarkan UU Pilkada, pasangan calon kepala daerah setidaknya harus diusung oleh 20 persen dari kursi DPRD. Bila merujuk ke Tobasa yang diwakili 30 anggota DPRD, itu berarti pasangan calon wajib didukung minimal 6 kursi DPRD. Dengan kata lain, hanya Fraksi Demokrat yang memiliki 8 kursi DPRD saja yang berhak mengusung calonnya tanpa berkoalisi dengan partai lain. Sedangkan Gerindra, NasDem, Golkar, PKPI, Hanura, dan PKB yang masing-masing memiliki kurang dari 6 kursi DPRD, diwajibkan melakukan koalisi.
Jika demikian, seberapa besarkah peluang Monang-Simon akan memenangi pertarungan lima tahunan di bumi Tobasa? Menarik untuk ditunggu. IP/GLOBAL POS
Monang sejatinya bukanlah pendatang baru di dunia politik Tobasa. Selama 2005 hingga 2010, Monang tercatat sebagai orang nomor satu di Tobasa. Dia turun tahta selama lima tahun usai dikalahkan Kasmin Simanjuntak yang sukses menggantikan posisinya pada Pilkada 2010. Monang, seorang mantan birokrat asal Jakarta, banyak diagungkan semasa ia menjabat. Pembangunan Tobasa di tangannya dirasakan cukup mengesankan. Lihat saja, Monang bahkan diberi gelar "Bupati Jagung" menyusul perhatiannya yang tinggi terhadap perkebunan jagung. Dia banyak berperan atas pembukaan ribuan hektar lahan tidur di wilayah Tobasa. Misalnya, pembukaan 600 hektar lahan jagung di Natumikka, Kecamatan Habinsaran. Disusul pembukaan lahan perkebunan seluas 800 hektar di Lintong, Kecamatan Borbor untuk ditanami ubi singkong sebagai bahan baku tepung tapioka.
Di bidang kesehatan, Monang tercatat banyak melakukan terobosan. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di eranya banyak mendapat pujian lantaran kemudahan akses masyarakat khususnya golongan kurang mampu untuk memperoleh layanan kesehatan. Terpenting lagi, mutasi dan promosi PNS di masa Monang relatif aman dari isu-isu tidak sedap. Alhasil, para abdi negara bisa lebih leluasa menjalankan tugasnya tanpa harus was-was terhadap isu pelengseran. Catatan positif Monang tersebut pada dasarnya sesuai dengan visi Monang yang ingin membawa Tobasa menjadi masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera (TOBA MAS).
Pertanyaannya, apakah dukungan bagi Monang masih akan mengalir seperti 2005 silam? Yang jelas, sejumlah tokoh pelan-pelan menunjukkan keinginannya untuk mendorong Monang kembali memimpin Tobasa. Sebut saja, pengusaha asal Laguboti, St Harangan Wilmar Hutahaean yang dikabarkan akan menduetkan anaknya Simon Hutahaean dengan Monang Sitorus. Sebagai pengusaha yang banyak bersentuhan dengan politik, Harangan yang pemilik PT Hutahaean tentu saja memiliki pertimbangan yang matang. Dengan kata lain, Simon merupakan representasi Harangan apabila kelak terpilih sebagai orang nomor dua di Tobasa.
Dukungan Harangan ini juga dibenarkan Monang. "Mohon doanya, saya akan berpaket dengan Simon Hutahaean. Semoga semuanya lancar," demikian bunyi pesan singkat Monang kepada GLOBAL POS-POS, belum lama ini. Walau masih terdengar sayup-sayup, pencalonan Monang-Simon ternyata juga sudah sampai ke pelosok Tobasa. Bahkan, menurut Victor Pane, mantan anggota DPRD Tobasa yang bermukim di Habinsaran, dukungan masyarakat bawah di Tobasa kepada Monang-Simon kini semakin mengerucut. Alasannya sederhana, "pembangunan semasa Monang sangat dirasakan masyarakat. Figur Monang masih sangat dibutuhkan di Tobasa," ujar Victor Pane kepada GLOBAL POS- POS, beberapa waktu lalu.
Peluang Monang-Simon memang tidak mudah. Meyakinkan pilihan rakyat bukanlah perkara gampang. Apalagi, calon pesaing mereka tidak bisa dipandang sebelah mata. Sederet nama beken juga telah menyatakan kesiapannya merebut tahta bupati dan wakil bupati. Sebut saja, Poltak Sitorus pengusaha asal Bandung, Jawa Barat, dalam beberapa waktu belakangan cukup intens melakukan sosialisasi. Kemudian, Darwin Siagian, seorang birokrat asal Papua bahkan jauh-jauh hari telah memulai sosialisasi ke kantong-kantong suara di Tobasa. Belum lagi Jainur Manurung, juga seorang birokrat yang namanya banyak diperbincangkan di tengah masyarakat. Belum lagi nama lainnya yang mungkin saja akan tampil di ronde-ronde terakhir.
Tantangan berikutnya adalah kendaraan politik yang agaknya cukup merepotkan semua calon. Pasalnya, berdasarkan UU Pilkada, pasangan calon kepala daerah setidaknya harus diusung oleh 20 persen dari kursi DPRD. Bila merujuk ke Tobasa yang diwakili 30 anggota DPRD, itu berarti pasangan calon wajib didukung minimal 6 kursi DPRD. Dengan kata lain, hanya Fraksi Demokrat yang memiliki 8 kursi DPRD saja yang berhak mengusung calonnya tanpa berkoalisi dengan partai lain. Sedangkan Gerindra, NasDem, Golkar, PKPI, Hanura, dan PKB yang masing-masing memiliki kurang dari 6 kursi DPRD, diwajibkan melakukan koalisi.
Jika demikian, seberapa besarkah peluang Monang-Simon akan memenangi pertarungan lima tahunan di bumi Tobasa? Menarik untuk ditunggu. IP/GLOBAL POS
Cek Juga
ReplyDeletehttp://bit.ly/1Mb8yeM
http://bit.ly/1KfGX9C