Luhut Panjaitan Sang Wapres Bayangan

TABLOID GABE - Penambahan kewenangan terhadap Kepala Staf Kepresidenan, Luhut Binsar Panjaitan, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2015 memicu kontroversi. Pengamat hukum tata negara Universitas Islam Indonesia (UII), Masnur Marzuki menegaskan, Luhut telah menjelma sebagai wakil presiden. "Itu (Luhut) tidak saja menjadi 'menteri utama' tapi sekaligus the real wapres," tegas Masnur.

Masnur beralasan, merujuk pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, keberadaan kantor kepresidenan dapat dianggap melawan kehendak UU. Sebab UU Kementerian tidak mengenal nomenklatur kantor kepresidenan melainkan sekretariat negara. "Jadi jangankan ditambahkan wewenangnya, keberadaannya saja sudah potensial melabrak UU," imbuhnya.

Selain itu, sambung Masnur, tidak dilibatkannya Jusuf Kalla dalam perumusan draft Perpres Nomor 26 Tahun 2015 tersebut, mengindikasikan terjadi kebekuan komunikasi politik antara presiden dengan wapres.

Padahal perluasan kewenangan kantor yg dipimpin Luhut itu menyerempet kewenangan wapres. "Pasal 4 ayat 2 UUD disebutkan, dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden," lanjutnya.

Sebab itu, jika presiden membutuhkan bantuan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, maka wapreslah yang paling konstitusional menerima mandat tersebut. "Jadi bukan Luhut yang notabene bukan wapres dan bukan pula menteri," pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penambahan kewenangan kepada Kepala Staf Kepresidenan melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 berpotensi menimbulkan koordinasi yang berlebihan. Pada akhirnya, koordinasi yang berlebihan ini dinilainya berpotensi menciptakan kesimpangsiuran koordinasi pemerintahan.

"Mungkin nanti koordinasi berlebihan kalau terlalu banyak, ada instansi lagi yang bisa mengkoordinasi pemerintahan, berlebihan nanti, kalau berlebihan bisa simpang siur," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, belum lama ini.

Kalla menyinggung masalah penambahan kewenangan Kepala Staf Kepresidenan dalam pertemuannya dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy, serta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Dalam pertemuan itu, Kalla membicarakan dampak yang mungkin terjadi dengan diterbitkannya Perpres tersebut. "Tentu kita perhatikan juga," ucap Kalla saat ditanya apakah perpres ini berpotensi menganggu jalannya pemerintahan atau tidak. Kendati demikian, ia menduga penambahan kewenangan untuk Luhut Panjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan sifatnya hanya jangka pendek.

Berdasarkan Perpres No 26/2015, Luhut B Panjaitan selaku Kepala Staf Kepresidenan yang sebelumnya mendukung komunikasi politik dan mengelola isu-isu strategis kepresidenan sesuai Perpres No 190/2014 tentang Unit Kantor Presiden, kini ikut mengendalikan program prioritas.

Untuk memastikan program berjalan sesuai visi misi Presiden, Luhut bisa membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas kementerian. Buntut dari berlakunya Perpres No 26/2015, UKP4 dibubarkan.

Namun, menurut Presiden Jokowi, penambahan kewenangan Kepala Staf Kepresidenan dipastikan tak akan menyebabkan tumpang tindih kelembagaan. "Wapres itu tugasnya pengawasan. Jadi, tidak akan tumpang tindih. Pekerjaan banyak, kok, tumpang tindih. Pekerjaan bergunung-gunung. Nanti akan ada aturannya sendiri," katanya, pekan lalu.

Menurut Presiden, siapa pun yang bekerja harus ada manajemen kontrolnya. "Siapa? BPKP di pengawasan. Kemudian, hari per hari, minggu per minggu, bulan per bulan, harus ada evaluasi, dari mana evaluasinya? Ya, di Kantor Staf Kepresidenan sehingga pengendaliannya dilihat dari evaluasi itu. Kalau targetnya belum sampai, dari mana kita tahu. Kementerian pasti laporannya bagus-bagus," ujanya.

Terkait dengan kementerian, Jokowi mengatakan, kementerian bertugas merencanakan, mengorganisasi, dan melaksanakan program pemerintah. "Adapun Kantor Staf Kepresidenan lebih menjalankan fungsi mengawasi dan mengendalikan program," ujar dia.
Share on Google Plus
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment