PAPAN proyek pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Desa Pararungan terlihat lusuh, mirip dengan nasib proyek beranggaran seratus juta lebih itu. Dibiarkan begitu saja, setengah jadi, tanpa atap. Sedianya, fasilitas kesehatan tersebut sudah harus rampung 5 Desember 2012, sejak digarap 7 Agustus di tahun yang sama. Itulah sambutan pertama ketika menelusuri fakta kehidupan Pararungan, sebuah pelosok di Kecamatan Habinsaran, Tobasa.
![]() |
Paling ujung di sebelah kanan adalah kantor kepala desa |
Masyarakat Pararungan yang berbatasan dengan Desa Panamparan mayoritas beragama Parmalim, kepercayaan kuno Batak. Hanya 70 KK yang berdiam di sana. Rumah tinggal masih didominasi rumah asli Batak, kecuali atapnya yang sudah dipasangi seng. Pararungan mungkin merupakan satu-satunya wilayah di Tobasa yang sulit ditemukan ternak babi. Lebih tertarik dengan ternak kambing dan kuda. Di samping bertani sebagai mata pencaharian utama.
Pil pahit menyusul mangkraknya proyek Poskesdes Pararungan semakin memperpanjang ketergantungan mereka terhadap pengobatan tradisional. Terutama jasa ‘sibaso’ yang setia membantu para ibu untuk melahirkan.
Sebenarnya, bidan desa alias bindes pernah ditugaskan di kampung ini. Sayang, bindes idaman itu memilih hengkang, mungkin karena tak kuat berdiam di wilayah terisolir. Komplit sudah, bindes berlalu, Poskesdes pun membisu.
Masih banyak kenyataan miris yang masih membelenggu mereka. Paling ironis, Pararungan belum dialiri listrik. Mereka pun harus berjibaku dengan kegelapan malam. Generasi muda Pararungan dituntut pintar mengandalkan bantuan lampu teplok atau pertamax. Untungnya, di beberapa titik di Pararungan, masih tersentuh jaringan sinyal telepon seluler. Tetapi sinyal itu berasal dari Kecamatan Silaen dan Porsea, yang secara administratif berbatasan dengan Pararungan dan sekitarnya. Bukan dari Habinsaran. “Ai sona merdeka dope hami, kedan,” keluh Kepala Desa Pararungan, Siahaan, Senin (14/1/2013). DP
0 komentar:
Post a Comment